PENEBUSAN DOSA DALAM AGAMA HINDU, Seorang Mumuksu atau jiva yang berkehendak mencapai kesempurnaan rohani dalam kedudukan sejatinya yang bebas dari samsara sebenarnya tidak saja memperhatikan apa yang disebut Paapa yang biasanya diterjemahkan sebagai reaksi dosa, tetapi juga apa yang kita sebut karma phala, aksi reaksi, perbuatan dan hasilnya. Dosa sebenarnya adalah hasil dari unskillful acts, tindakan atau karma yang dilakukan tidak selaras dengan hukum semesta yang dapat mengakibatkan timbulnya dukacita dan penderitaan fisik sebagai buahnya. Dukacita dan penderitaan ini juga kita sebut klesha. Klesha atau noda dukacita berasal dari tiga jenis yaitu avidya (kegelapan batin), paapa-bija (benih reaksi dosa), dan paapa (reaksi dosa).
Avidya merupakan sumber dari perbuatan berdosa atau disebut juga perbuatan yang tidak memberikan kemujuran (asubha-karma). Dari asubha-karma muncullah paapa-bija, dosa yang belum menampakkan efeknya, dan akhirnya paapa, reaksi dosa yang berupa duhkha, dukacita, kemalangan, penderitaan, dan hal-hal tidak mujur lainnya. Semua jenis dosa ini menimbulkan pula apa yang kita sebut duskriti, ketidakbajikan. Jadi di sini perlu kita ingat bahwa klesha (avidya, paapa-bija, paapa) adalah penyebab dari duhkha.
Selanjutnya klesha ini kita pahami dari satu sisi lainnya, yaitu berkenaan dengan menempuh jalan bhakti. Hal-hal yang tidak diinginkan dalam bhakti, yang dapat menimbulkan gangguan dalam tercapainya kesempurnaan bhakti, disebut anartha. Klesha ini menimbulkan anartha yang berasal dari duskriti (ketidakbajikan atau kemalangan) yang kita kenal sebagai duskrityuttha-anartha. Anartha ini seperti juga anartha yang lainnya menghambat kemajuan bhakti, dengan demikian juga menghambat jiva dalam mewujudkan pelayanan cintakasihnya yang murni kepada Tuhan Yang Maha Esa Sri Bhagavan।.
Anartha juga bisa berasal dari buah kebajikan atau sukriti, disebut sukrityuttha anartha. Sukriti berasal dari perbuatan yang berkebajikan dalam pengaruh tiga sifat alam atau subha karma, sehingga disebut karma unmukhi sukriti. Bisa juga dari mengembangkan pengetahuan (jnana) dan ketidakterikatan (vairagya) secara terpisah dari bhakti, yang disebut juga jnana unmukhi sukriti. Jadi baik duskriti maupun sukriti yang bersifat tidak sepenuhnya transendental dalam bhakti akan dapat menimbulkan anartha bagi pertumbuhan bhakti itu sendiri. Kedua jenis anartha ini, duskriti dan sukriti, sama-sama berasal dari karma, yang bersifat subha maupun asubha.
Sekarang kita bertanya apakah mungkin karma ini dihapuskan? Sangat mungkin dan harus. Kalau tidak bagaimana kita menyingkirkan anartha? Apabila segala sesuatunya berjalan menurut hukum sebab akibat yang disebut karma ini, lalu dimana peran Tuhan? Beliau adalah karma phala data, yang melalui berbagai shaktinya menganugerahkan hasil dari karma ini, baik berupa dukacita maupun sukacita. Jadi hanya Beliau yang memiliki kuasa mengubah karma seseorang. Sri Bhagavan sungguh-sungguh dapat membatalkan semua jenis karma ini, kalau tidak Beliau sama sekali tidak pantas menjadi Tuhan. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang tak dapat dilakukan oleh Tuhan?
Bagaimana seseorang bisa terbebas dari karmanya? Ini hanya dimungkinkan melalui kripa atau karunia Beliau. Bagaimana cara mendapatkan kripa ini? Itu bisa didapatkan dari Bhagavata, Krishna kripa sri murti, Perwujudan karunia dan belas kasih Tuhan, yaitu Sri Sad gurudeva. Bhakti itu sendiri disebut sebagai klesha-ghni, pemusnah segala jenis klesha. Seseorang memasuki bhakti dimulai dari Saranagati atau Prapatthi, proses penyerahan diri. Lalu siapakah yang menerima penyerahan diri jiva itu? Tiada lain adalah Sri Sad gurudeva melalui samasrayanam (menerima asraya atau perlindungan) atau diksham. Diksham sendiri bermakna kita menerima di divyajnanam yaitu Sambandha jnana, Abhideya jnana dan Prayojana jnana, dan ksha-kshayam pentahiran, pembersihan dari semua noda karma. Ketika kita menerima Vaishnava-diksha, kita memasuki jalan bhakti melalui gerbang Prapatthi-marga, ditandai dengan penerimaan Pancasamskara yaitu Tapa, Pundra, Nama, Mantra, dan Yaga.
Tapa adalah pertapaan dan pertobatan yang ditandai dengan mengecap tubuh dengan lambang sankha chakra yang panas (ini masih diterapkan terutama dalam Ramanuja sampradaya) atau melaksanakan disiplin spiritual yang ketat di bawah pengawasan gurudeva. Ini merupakan pertapaan fisik maupun mental untuk menyatakan penyesalan kita atas semua dosa yang pernah diperbuat. Pundra adalah menerima tanda suci Tilaka atau Urdhva-pundra, menandakan bahwa sejak saat itu jiva menandai dirinya sebagai milik Krishna dan Krishna adalah satu-satunya junjungannya. Nama adalah pemberian dasya nama, mengubah identitas lahiriah jiva yang berkaitan dengan badan jasmaninya lalu mengembalikan identitasnya yang asli sebagai hamba Krishna. Mantra adalah penganugerahan mantra yang berupa nama suci Bhagavan yang harus dilafalkan oleh murid sebagai tanda bahwa semenjak saat itu Sri Bhagavan senantiasa berada dalam hatinya. Terakhir adalah Yaga, yaitu penganugerahan kuasa dan juga metode sadhana yang digunakan untuk sepenuhnya menyibukkan badan, ucapan, dan pikiran dalam pelayanan kepada Krishna. Biasanya Gurudeva akan memberikan Sri Salagrama atau Sri Murti untuk dipuja.
Hanya setelah menerima pancasamskara dengan sepenuh hati dan jiwanya. Memasuki jalan Prapatthi atau Saranagati dengan mempersembahkan tubuh, ucapan, dan pikiran kepada Sri Sadgurudeva, maka beliau juga menerima semua karma yang kita miliki. Terkadang Sri Sadgurudeva memusnahkan karma itu sama sekali, seperti Srila Vyasaraja yang menghancurkan semua penyakit yang menyerang Krishnadevaraya muridnya, atau bisa juga Sri Sadgurudeva menerima penderitaan fisik yang ditimbulkan oleh karma itu sehingga muridnya justru dapat lebih melayani beliau dalam keadaan seperti itu. Sadgurudeva juga bisa memindahkan karma itu ke benda mati, ke batu, atau air. Semua dosa-dosa jiva dan karmanya akan dihapuskan apabila dia secara serius melaksanakan proses penyerahan diri ini. Tentu ini tidak berlaku apabila jiva itu hanya melakukannya tanpa keseriusan, sekedar melaksanakan ritual, atau justru berbuat kemunafikan dengan menolak perlindungan Gurupadapadmanya dan terus berbuat dosa kesalahan yang sama. Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa dosa ini dan juga semua karma yang menghalangi akan terhapus hanyalah bagi seorang sat-sishya saja, murid sejati yang benar-benar menyerahkan diri. Karma ini juga bisa dihapus oleh Sadgurudeva saja, melalui proses yang otoritatif seperti di atas.
Penghapusan dosa itu dimungkinkan apabila prosesnya benar. Seperti Mahasivaratri vrata dikatakan dapat menebus semua dosa. Tetapi apakah Mahasivaratri adalah perayaan untuk menebus dosa-dosa kita? Tidak! Mahasivaratri-vrata adalah untuk memuja dan melayani Sivaji. Mengembangkan cintakasih kita kepada beliau agar beliau berkenan menganugerahkan bhakti kepada kita. Bila kita melaksanakan Vrata itu semata hanya untuk membersihkan dosa kita, berharap agar tidak menderita karena reaksinya, lalu untuk membuat kesalahan kembali, maka Vrata ini tidak akan berhasil. Tetapi itu bukan berarti Mahasivaratri-vrata tidak dapat memusnahkan segala dosa. Sastra mengatakan demikian maka itulah kenyataannya. Demikian pula saat diksha dikatakan bahwa Gurudeva menerima karma kita. Ini memang benar, tetapi hanya ketika melalui diksha itu kita sungguh-sungguh menyerahkan tubuh, ucapan, dan pikiran sepenuhnya dalam pelayanan kepada Krishna dan tidak lagi mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama atau justru membuat kesalahan-kesalahan baru.
Seorang bhakta memahami bahwa dosa adalah suatu halangan dalam pelayanan cintakasih. Dia memohon agar halangan ini disingkirkan demi dapat melayani Krishna lebih sempurna lagi. Maka bagi dia penghapusan semua karma dimungkinkan. Tetapi bila tujuannya egoistis, hanya agar dirinya tidak menderita, lalu mengapa Krishna atau Gurudeva harus campur tangan?
Beberapa agama mengajarkan bahwa penebusan dosa dimungkinkan dengan menerima Acharya mereka dan Jalannya. Kita mungkin bisa terima ini. Tapi kalau kita masuk kelompok ini hanya untuk sekedar bebas dari dosa, agar tidak menderita, lalu bisa berbuat dosa lagi, apakah ini masuk akal. Tidak ada pengampunan dan penebusan dosa untuk orang-orang seperti itu. Kalau mereka punya konsep bahwa penebusan dosa itu untuk dapat mencintai Tuhan, sama seperti kita. Lalu untuk apa kita harus menerima atau bergabung dengan kelompok mereka, toh kita di sini diajarkan bagaimana memuja Sri Bhagavan dan mencintainya dengan jauh lebih baik dan sempurna.
Apabila ada kelompok yang mengatakan bahwa dosa atau karma tidak dapat ditebus, dihapus, atau paling tidak dialihkan, lalu untuk apa kita mengikuti ajaran yang tidak berguna seperti itu? Untuk apa kita membuang-buang waktu hanya untuk sadar bahwa karma adalah segalanya dan tidak ada cara bebas darinya? Bila kelompok lain lagi hanya bisa menawarkan pembebasan, maka untuk apa kita berbicara tentang Tuhan. Untuk apa kita harus melaksanakan bhakti, mengembangkan cinta kepadanya, toh pada akhirnya kita mencapai pembebasan menyatu dengannya? Ketahuilah dengan pasti bahwa semua pendapat lain ini adalah tidak berguna, khayal, tidak didukung sastra, dan tidak memiliki kesempurnaan yang lengkap.
0 Response to "Penebusan Dosa Dalam Agama Hindu"
Post a Comment