loading...

Menuju Kemuliaan Hidup

MENUJU KEMULIAAN HIDUP


MENUJU KEMULIAAN HIDUP, Ketika Sang Dredhasyu, seorang pendeta muda yang telah sempurna bertanya kepada ayahnya, Bhagawan Agastya, perihal perbuatan baik yang memungkinkan seorang umat mencapai sorga dan perbuatan buruk yang menyebabkan seseorang masuk neraka dan penderitaan. Maka Bhagawan Agastya menjawab: “Ada tiga hal yang menyebabkan surga dan neraka anakku, yaitu perbuatan (ulah), kata-kata (sabda), dan pikiran (ambek)”. Ketiga hal itu memiliki tingkat nista, madia, dan utama. Pahala kata-kata lebih utama dari perbuatan, pahala pikiran lebih utama dari kata-kata. Seorang Bhakta yang karena perbuatannya menyebabkan orang lain menjadi menderita, tatapi karena perbuatannya itu tidak diikuti dengan kata-kata dan kesadaran pikiran, maka hukumannya lebih ringan dibandingkan dengan perbuatan yang dilandasi oleh kata-kata dan kesadaran pikiran (ambek). Sebaliknya, suatu perbuatan sekalipun tidak membuat seseorang menderita, tetapi karena perbuatan itu dilandasi oleh kesadaran pikiran, maka seberat dan seluas bumilah papa yang akan diterimanya. Oleh sebab itu, perhatikan dan peliharalah kesadaran pikiranmu, kata-kata dan perbuatanmu.

Lebih lanjut Bhagawan Agastya menjelaskan “di samping tiga hal yang telah disebutkan tadi, ada tiga macam perbuatan lainnya yang dapat menyebabkan sorga dan kemuliaan, yaitu  tapa, yajna, dan kriti”. Tapa lebih utama dari pada yajna, yajna lebih utama dari pada kriti. Ketiga hal itu dinamakan kebajikan dalam bentuk perbuatan (prawrttikadharman). Adapun yoga adalah nirwrttikadharman. Pengetahuan seperti indriya nigraha (pengendalian indria), pengekangan badan, dan pengendalian sepuluh indria merupakan jenis dan perbuatan tapa. Dengan demikian, tapa tidak semata-mata berarti berdiam diri-bersemadi, melainkan tindakan sadar untuk mengatur ekadasa indria secara sistematis. Didalamnya juga termasuk mengendalikan emosi dan nafsu. Seorang bhakta yang hendak menerapkan konsep tapa dalam kehidupannya, pertama-tama dia mampu mengendalikan emosinya agar dia mampu memiliki emosi stabil tatkala suka maupun duka. Mereka yang melaksanakan tapa, memiliki perasaan yang stabil tatkala menerima rejeki dan kebahagiaan lain. Demikian pula sebaliknya ia tidak akan larut dalam kesedihan manakala tertimpa nestapa. Mengapa kita tidak boleh bersukaria melebihi kapasitas yang ada ? Secara simbolis, kematian Niwatakwaca disebabkan karena ketawa berlebihan. Demikian pula kesedihan yang berlarut-larut (sokavarjita) juga akan dapat menyebabkan jiwa semakin menderita, dan itu bertentangan dengan prinsip tapa yang sesungguhnya.

Yajna berarti kurban suci yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas atau lascarya. Tidak ada upacara dan yajna yang memiliki pengaruh optimal, jika dalam pelaksanaanya tidak dilandasi dengan bhakti dan lascarya. Bhakti mensyaratkan adanya penyerahan diri secara total kepada yang Maha Kuasa, bhakti juga memerlukan tindakan tanpa harapan. Oleh karena itu yajna yang baik senantiasa dilaksanakan dengan yasakirtti yang baik pula. Disamping Pancayadnya (Dewa yajna, Rsi yajna, Pitra yajna, Manusa Yajna, dan Bhuta yajna) juga ada yajna berupa pemujaan kepada Sang Hyang Siwagni. Lebih lanjut Bhagawan Agastya mengatakan : “Orang yang telah menguasai dengan sempurna yajna itu, dan mengetahui hakikat segala yang ada akan membawa kebahagiaan padanya. Orang yang melaksanakan tapa yajna kirrti, kelak akan pulang ke surga dan disitu ia menikmati berbagai kesenangan”. Dalam kaitannya dengan yajna, dupa ternyata memiliki makna agar pahala pemujaan dapat dirasakan terus. Degan ilustrasi Bagawan Agastya menyatakan ; “Ada orang kaya, keluarganya tidak kekurangan sesuatu apapun, sementara ia pun menikmati kebahagiaan dengan penuh kesenangan. Iapun ditawan, dirampas, dituduh berbuat yang tidak baik, walaupun sesungguhnya ia tidak berdosa. Orang yang demikian, pada kehidupannya yang lalu gemar memuja Bhatara yang menyebabkan Bhatara saying padanya. Namun karena pemujaannya dahulu tanpa dilengkapi dupa, maka usahanya kehilangan makna yajna-nya”. Yajna juga hendaknya menggunakan kembang yang dibenarkan menurut sastra. Bhagawan Agastya menyatakan ; “Orang yang berbudi baik tidak akan menggunakan bunga yang tidak patut dipersembahkan dalam yajna adalah: 

1. Bunga yang berulat,
2. Bunga yang gugur tanpa diguncang,
3. Bunga yang berisi semut,
4. Bunga yang layu,
5. Bunga yang telah lewat masa mekarnya,
6. Bunga yang tumbuh di kuburan.

Mengapa bunga yang dipersembahkan harus segar, wangi, dan indah? Agar orang yang mempersembahkannya memperoleh wajah dan kelahiran yang baik”. Dalam pelaksanaan yajna juga hendaknya digunakan bija yaitu beras yang utuh. Sebab, dalam ajaran itu penggunaan bija yang sempurna akan memberikan peluang hidup lebih baik di masa yang akan datang. Jalan ketiga yang diamanatkan oleh dharma adalah kirtti, yakni perbuatan membangun fasilitas umum untuk kepentingan umat. Membangun rumah sakit, membangun pura, sarana pendidikan (pasraman), rumah duka, dan sebagainya merupakan tindakan dharma yang juga memiliki investasi menuju kemuliaan hidup . Oleh karena itu, marilah kita semua menyatukan pikiran untuk bersama-sama melaksanakan kirtti sesuai dengan swadharma kita masing-masing. Semoga Hyang Widhi senantiasa menuntun dan memberikan jalan bagi kita untuk mengabdi kejalan dharma menuju kemuliaan hidup.

0 Response to "Menuju Kemuliaan Hidup"