SIMBOL
KETUHANAN
SIMBOL
KETUHANAN, Tuhan
Yang Maha Esa yang menciptakan seluruh alam semestajagad raya ini, Beliau maha
tunggal ada diseluruh alam semesta ciptaan-Nya, tanpa dapat kita bayangkan
karena wiapi wiapaka nirwikara yaitu ada dimana-mana namun tak terjangkau oleh
jangkauan pikiran kita. Meskipun Beliau ada pula didalam diri kita yang juga
tidak dimengerti. Banyak orang-orang materialis tidak percaya kepada adanya
Tuhan dan keberadaan Tuhan diukur dengan ukuran benda material sebagai fakta
nyata yang sebenarnya bersifat maya yang selalu berubah-ubah. Pikiran adalah
rajanya indrya yang menguasai dan menentukan seluruh gerak badan kita. Pikiran
pula yang memutuskan apa yang mau dikerjakan apa pula yang menjadi
keyakinannya. Walaupun seribu pernyataan yang sama memberi teori tentang
sesuatu, bila tidak dimengerti dan diapahami, tidak dirasakan kebenarannyasulit
untuk dipercayai. Maka menanamkan kepercayaan yang betul-betul menjadi
keyakinannya memerlukan berbagai metode yang dapat diterima oleh analisa
pikiran. Dari manakah kita harus mengawali menumbuhkan keyakinan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa sehingga keyakinan itu betul-betul dirasakan dan dipahami secara
mendalam? Tuhan Yang Maha Esa yang memenuhi seluruh alam semesta jagad raya ini
hanya dapat dikenali oleh umat manusia melalui sifat-sifatnya saja. Melalui
sifat-sifat-Nya ini pula umat manusia melukiskan kemaha beradaan Tuhan sehingga
dapat memahami secara pelan dan dapat merasakan kehadiran-Nya lewat penampakan
dari sifat-sifat-Nya yang dilukiskan melalui perwujudan-perwujudan manifestasi
ketuhanan. Ukuran pemahaman pikiran adalah melalui benda nyata sebagai jembatan
memahami yang tidak nyata. Tuhan Yang Maha Esa adalah maha ada Beliau bersifat
tidak nyata (niskala) juga bersifat nyata (sekala). Alam semesta jagad raya ini
adalah wujud nyata Tuhan Yang Maha Esa. Dengan mengambil wujud alam semesta
inilah Tuhan disimbolkan dengan berbagai bentuk simbol ketuhanan.
Ajaran
ketuhanan adalah tuntunan yang diwahyukan yang diterima oleh orang-orang suci
di berbagai jaman dalam statusnya sebagai Awatara, Begawan, Nabi, Maharsi
ataupun dalam gelar lainnya. Sedangkan simbol ketuhanan muncul sebagai
penampakan suci atau darsan baik dalam bentuk sinar Sucinya, dalam bentuk asfek
ketuhanan yang lainnya dalam wujud alam semesta, dalam wujud sastra suci maupun
manifestasinya yang lain. wujud simbolis ketuhanan diterima sebagai darsan oleh
orang-orang suci atau mereka yang telah tembus pandang dan akhirnya dijabarkan
dalam bentuk nyata sebagai sinbul ketuhanan sehingga dapat dipahami dan
dihayati oleh umat manusia sebagai sarana menjebatani jalan menujunya. jadi
simbol ketuhanan itu adalah merupakan sebuah wahyu Tuhan sebagai tuntunan suci yang diterima oleh
orang suci yang dijabarkan lewat bentuk simbolis sehingga mengandung pengetahuan
dan nilai-nilai ketuhanan.
Bentuk
simbol yang paling sederhana bahkan paling awal yang diturunkan di dunia ini
adalah bentuk lingga dan Yoni. Lingga yang berbentuk bulat dan vertikal sebagai
simbol alam semesta yang bulat, yang artinya bahwa Tuhan itu bagaikan sesuatu
yang bulat tiada ujung tiada pangkalnya, tiada awal tiada akhirnya. Untuk
menyatakan sesuatu yang tiada berawal dan berakhir dapat dilukiskan dengan
bulatan atau nol. Lingga diwujudkan bulat memanjang dan berdiri tegak sebagai
simbol status purusa, hubungan antara langit dan bumi yang vertikal. bahwa
Tuhan itu maha lurus, maha tunggal. Sedangkan Yoni berbentuk segi empat sebagai
bentuk alam semesta dalam posisi horizontal yang memiliki arah penjuru mata
angin. Arah penjuru mata angin yang terdiri dari arah: Timur, Selatan, Barat,
Utara dilukiskan sebagai sisi bidang segi empat bentuk Yoni dan arah: Tenggara,
Barat daya, Barat laut dan Timur laut dilukiskan sebagai sudut-sudut segi
empat. Posisi horizontal dengan arah penjuru mata angin sebagai status Predana
dengan delapan arah dalam perkembangan bentuk simbol selanjutnya menjadi Asta
Dala yaitu delapan kekuatan sakti Tuhan. Lingga yang pada mulanya berbentuk
bulat panjang polos dalam perkembangan selanjutnya mengalami perubahan bentuk
menjadi tiga bagian yang disebut Siwa Bhaga bagian paling atas dengan bentuk
bulat, Wisnu Bhaga pada bagian tengah dengan bentuk segi delapan dan Brahma
Bhaga pada bagian paling bawah dengan bentuk segi empat. Lingga dengan bentuk
tri bhaga ini mengandung arti dan makna Tri Murti yaitu proses penciptaan
(Utpeti), pemeliharaan (Stiti) dan mengembalikan keasalnya (plaline). Bentuk
Lingga seperti ini juga menjadi dasar bentuk Swastika sebagai simbol Tri Murti
yang mana Swastika memiliki bentuk dasar garis vertikal dan horizontal (+)
bentuk Tapak Dara memiliki empat ujung (Brahma Bhaga), dan ujung-ujung garisnya
ditambah garis lurus sehingga membentuk sudut dengan garis mengarah perputaran
jarum jam menunjukkan segi delapan (Wisnu Bhaga dan apabila Swastika itu
diputar akan membentuk lingkaran (Siwa Bhaga).
Pada
jaman dahulu kala ketika tulisan belum dikenal, untuk menjelaskan sesuatu yang
bersifat tetap dan dapat dikenal selamanya digunakan simbol-simbol sebagai
peringatan atau mengingat ulang sesuatu yang penting bagi kehidupan. Dengan
adanya simbol-simbol sebagai peninggalan jaman dahulu kala, kitapun akhirnya
dapat mempelajari budaya maupun kepercayaan yang dilakukan pada jaman dahulu
kala. suatu bentuk simbol yang diyakini bersama akan menjadi catatan abadi
sehingga dapat dipahami hingga anak cucu kita. Tuhan dalam statusnya sebagai
Purusa dan Predana telah diapahami sejak jaman dahulu kala.
peninggalan-peninggalan jaman pra sejarah dinusantara kita dalam bentuk batu
besar yang dibuat berdiri tegak seperti contohnya Batu Dodol di Ketapang
Banyuwangi adalah bentuk Lingga sebagai bentuk vertikal (tegak lurus) sebagai
simbol Tuhan dalam status Purusa dan dolmen dalam bentuk horizontal sebagai
simbol status Predana. Simbol-simbol yang dipahami pada jaman dahulu kala dari
wujud alam seperti Batu besar, Pohon yang besar, Gunung, Laut, Danau. jadi
serba besar yang menyimbulkan Tuhan itu adalah Maha Besar. Tuhan Yang Maha Esa
setelah turun untuk menciptakan mewujudkan dirinya dalam dua status sifat
Purusa dan Predana. Sehingga semua ciptaannya beraspekkan Purusa dan Predana.
Seperti sekala dan niskala, siang dan malam, laki dan perempuan dan seterusnya.
Simbol-simbol ketuhanan yang dibuat dalam bentuk apapun selalu berlandaskan
Purusa dan Predana.
Dari
simbol Lingga dan Yoni yang beraspekkan Purusa dan Predana ini sesuai dengan
perkembangan jaman berkembang berbagai bentuk simbol ketuhanan dalam bentuk
yang beraneka ragam yang melukiskan bahwa Tuhan itu maha sifat, maha ada.
Manusia membutuhkan ilmu atau teori untuk memahami segala sesuatu sehingga
mempelajari segala seluk beluknya, mempelajari sifat-sifatnya hingga ke hal
yang sekecil-kecilnya untuk mengetahui lebih jauh. untuk mendalami suatu
pengetahuan tentu saja memerlukan berbagai percobaan, menggunakan berbagai alat
bantu sebagai peragaan atau simbol-simbol yang memadai. Tuhan Yang Maha Esa
yang tak terjangkau oleh alam pikir manusia maka untuk memahami dan
menjangkaunya diawali dengan menggunakan berbagai simbol, berbagai kiasan dan
contoh-contoh alam benda atau kehidupan yang dianggap mendekati dengan sifat
ketuhanan yang dimaksud. Tahap demi tahap pengetahuan ketuhanan diresapi, tahap
demi tahapan sifat-sifat ketuhanan dipahami dengan menyelami kehidupan
berkesucian untuk menggapainya. Apabila tingkat kesucian seseorang telah
mencapai kesempurnaan maka mendekatkan diri dengan Tuhan tidak dibutuhkan
berbagai sarana. Tuhan pun dirasakan begitu dekat bahkan ada pada dirinya.
Lingga dan Yoni yang pada mulanya terbuat
dari batu sebagai sarana Lingganya Tuhan telah diganti dengan dirinya
sebagai Lingganya Tuhan. mencapai kehidupan demikian tidak dapat dicapai dengan
mudah, mungkin harus ditempuh dalam berkali-kali kelahiran. Orang yang telah
mencapainya sulit untuk dibedakan karena dengan pengetahuannya dia tidak akan
membedakan dirinya dengan orang lain. Dalam beragamapun dijalani sesuai dengan
tradisi lingkungannya untuk mencapai kebersamaan hidup, namun dalam garis
ketentuan aturan kedisiplinan rohani yang bersifat pribadi diajalani dengan
disiplin yang ketat. Hubungannya dengan Tuhan yang bersifat pribadi sebagai
rahasia pribadinya.
Ibarat
melakukan lompatan yang jauh diperlukan landasan yang kuat untuk bisa
mencapainya. Beragama bukanlah sekedar sebagai identitas atau sebagai pelengkap
hidup di masyarakat, agama adalah pedoman hidup yang harus diutamakan dan
ditekuni sebagai jalan hidup berketuhanan yang berdisiplin sehingga bisa tetap
ada di garis hidup yang benar. Dengan beragama kita jalani hidup ini dengan baik
dan benar. Dengan beragama kita tingkatkan status hidup ini hingga mencapai
tujuan hidup tertinggi yaitu mencapai Moksartam Jagaditha Ya Ca Iti Dharma.
Maka landasan yang kuat dalam beragama adalah sangat penting, jangan agama itu
dilihat dari segi kulitnya saja karena agama tidak hanya mengajarkan hidup yang
benar, hidup bersahaja tentram dan damai saja namun didalam sebuah agama
terkandung ajaran sebagai jalan hidup yang sangat luas. Makin ditekuni Makin
ditemukan ajaran jalan kehidupan berkerohanian yang dalam dan jalan menuju
Tuhan pun makin terang. Pada intinya agama mengajarkan jalan yang terbaik
menuju Tuhan sehingga bisa dekat dengan Tuhan bahkan bisa menyatu dengan Tuhan.
Karena luasnya jalan menuju Tuhan dan umat manusia memiliki batasan dan
tingkatan status jiwanya yang berbeda-beda maka beragamapun akhirnya tidak bisa
diseragamkan. Semua jalan keagamaan yang ditempuh merupakan tangga-tangga yang
berbeda dan bertahap untuk menuju kepada Tuhanyang satu. Disinilah hak asasi
beragama sangat penting dilakukan, jangan dilihat kesamaan yang dilakukan
tetapi lihatlah kemajuan yang dicapai oleh masing-masing pelakunya. Bila dengan
jalan yang dia lakukan itu dia bisa dengan baik mencapai kenikmatan status
jiwanya maka itulah jalan yang terbaik baginya untuk mencapai Tuhan. Bagaimana
dengan diri sendiri yang merasa tidak puas dengan orang lain menempuh jalannya,
apakah telah merasa lebih maju atau sebaliknya.
Simbol
ketuhanan adalah sarana pemujaan yang disucikan sebagai wujud aspek ketuhanan
yang dipuja karana sangat diyakini bahwa Tuhan bisa memberkati umatnya melalui
perwujudan itu. Keyakinan yang mantap sudah pasti berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang utama yang dirasakan oleh pelakunya, melalui jalan
itu jelas dirasakan pencapaian peningkatan status jiwanya. Sebuah simbol
ketuhanan dibuat tidak sembarangan. dari bahan yang dipakai betul-betul dipilih
kualitas yang terbaik karena Tuhan adalah terbaik dari yang paling baik.
Demikian pula hari pengambilan bahan, hari mulai mengerjakan simbol perwujudan
dipilih hari yang terbaik dan waktu yang paling tepat untuk memulainya. Para
seniman yang pengerjakan perwujudan itu betul-betul meyakini apa yang dilakukan
itu merupakan pemujaan dan persembahan yang utama dalam hidupnya. Maka para
seniman yang mendapat kesempatan untuk mengerjakan simbol perwujudan itu
melakukan beratha sebagai disiplin membuat simbol perwujudan Tuhan. Ketekunan
dan konsentrasi kepada Hyang Maha Tunggal didalam mewujudkan simbol ketuhanan
akan memberi kekuatan jiwa ketuhanan pada wujud simbol yang diciptakan. Dengan
demikian mewujudkan sebuah simbol adalah pemujaan.
Alam
semesta jagad raya ini adalah ciptaan Tuhan., Beliau menjadikan dirinya sebagai
Alam ciptaan dari tiada menjadi ada, dari alam tidak nyata menjadi nyata. Alam
nyata Maya Pada ini dibentuk oleh unsur panca maha butha, sebagai unsur nyata
sehingga adanya alam benda. Tuhan diwujudkan dalam simbol-simbol menggunakan
unsur panca maha butha untuk mewujudkan yang tidak nyata menjadi nyata dan
untuk dapat dipahami. Dengan unsur panca maha butha ini pula alam semesta ini
dipelihara, kitapun hidup dipelihara oleh unsur panca maha butha. Dengan adanya
udara kita bisa bernafas, dengan adanya tanah makanan bisa tumbuh, dengan
adanya air terpelihara semua kehidupan, demikian pula air dan eter. Jadi hidup
kita sangat tergantung pada unsur panca maha butha dan satupun tidak boleh
kurang. dengan unsur panca maha butha kehidupan ini terpelihara maka dengan
unsur ini pula kita melakukan pendekatan kepada Tuhan. Api, Air dan Bunga
merupakan sarana pemujaan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Air adalah sarana
untuk membersihkan segala kotoran, menghanyutkan segala noda kekotoran sehingga
menjadi bersih. Bila Tuhan dipuja melalui sarana air maka air dari pemujaan itu
menjadi Tirta Amrtha, Tuhan memberkati pemujanya melalui sarana yang digunakan
ibarat air mengalir melalui selang sebagai sarana untuk mengalirkan dari
sumbernya ke tempat tertentu, agar aliran rahmatnya dapat dirasakan sebagai
sentuhan langsung yang dapat dinikmati oleh badan jasmani. Air pemujaan yang
menjadi Tirtha Amrtha ini mampu menyucikan jiwa dan raga kita serta mampu
menyucikan jiwa dan raga kita serta mampu menyucikan alam lingkungan. Bila
kondisi jiwa dan raga ini merasa terganggu, merasa tidak nyaman gunakan air
bersih, dipuja dan dimohonkan berkat kepada Tuhan sesuai dengan kondisi kita.
Api adalah sarana untuk membakar dan membersihkan segala yang dianggap tidak
berguna dan memberi penerangan menembus kegelapan. Pemujaan memalui Api (Agni
Hotra) sangat diyakini dapat melebur segala kekotoran jiwa melenyapkan
penderitaan dan menyucikan alam. Bunga sebagai intinya tumbuh-tumbuhan, dimana
ada bunga berebaran membuktikan kesuburan tanahnya, disitu keindahan dan harum
semerbak sebagai alam yang indah lestari. Jadi sarana yang digunakan sebagai
simbol ketuhanan dipilih karena sifatnya sesuai dengan yang disimbolkan dan
nilai keutamaan dari sarana itu. Dipulau Bali banyak ditemukan sarana upakara
yang menggunakan janur sebagai sarana upakara karena keutamaan pohon kelapa
yang serba guna, dari akar, batang, buah dan daunnya memiliki banyak fungsi
kegunaan. Bahkan buahnya yang enak dapat dimanfaatkan dalam berbagai kebutuhan
dan berbagai jenis makanan. Dalam melakukan semadi apabila kita mendapatkan penampakan
pohon kelapa yang berbuah lebat sebagai pernyataan bahwa pengetahuan suci telah
mengalir pada jiwa. Berbagai simbol ketuhanan yang digunakan agar memudahkan
umat manusia untuk mencapai tujuannya namun jangan dengan adanya simbol-simbol
itu malah menyulitkan para umat mencapai tujuan sucinya. Hendaknya jangan
simbol itu dibuat ruwet dan tidak dipahami oleh umatnya karena hakekat sebuah
simbol adalah untuk memudahkan umat memahami hakekat ketuhanan.
Bentuk-bentuk
makhluk hidup banyak pula diwujudkan sebagai simbol dari sifat ketuhanan
seperti: Angsa, Lembu, Ular naga, Harimau, Gajah maupun makhluk hidup yang
lainnya yang mencerminkan sifat-sifat keutamaan sebagai sifat ketuhanan.
Didalam wujud Dewi Saraswati sebagai Dewa ilmu pengetahuan terdapat wujud Angsa
dan Burung Merak yang melukiskan keutamaan pengetahuan itu. Angsa sebagai hewan
yang dapat hidup di tiga alam, dapat hidup di air, di darat dan diudara, bila
diberikan makanan ditebarkan pada lumpur yang kotor, angsa dapat memilih
makanan dengan baik. Sifat ini melukiskan kebijaksanaan pada seseorang bila
memiliki pengetahuan, dapat membedakan yang baik dengan yang buruk, dapat hidup
dimana saja tanpa kesusahan. Sedangkan Burung Merak yang memiliki bulu yang
sangat indah sebagai simbol bahwa pengetahuan itu sangat indah. Lembu (Sapi)
diwujudkan sebagai simbol Ibu Nandhini yang dipuja sebagai Lembu Nandhini
adalah simbol Bumi pertiwi yang memberi berkah kehidupan pada makhluk hidup.
Sapi yang memiliki sifat lembut memberikan susunya untuk diperas menjadi
makanan dan minuman utama bagi manusia terutama bayi yang sangat membutuhkan
susu sehingga dapat sebagai pengganti susu ibunya. Bila seorang bayi ditinggal
oleh ibunya maka susu lembulah sebagai pengganti susu ibunya. Bila dianalisa
dengan akal pikiran, kenapa bentuk-bentuk makhluk hidup diapaki sebagai simbol
ketuhanan, apakah tidak melecehkan sifat ketuhanan? simbol-simbol ketuhanan
dalam bentuk Angsa, Lembu atau bentuk makhluk hidup yang lainnya telah diyakini
sejak jaman dahulu kala yang diterima sebagai wahyu suci oleh para Maharsi,
begawan maupun orang-orang suci lainnya yang mampu menerima wahyu dari Tuhan.
Kegiatan meditasi yang dilakukan secara rutin, pada tingkat pengalaman tertentu
mencapai semadi akan menemukan pengalaman melihat simbol-simbol ketuhanan. Bila
dalam semadi kita melihat angsa yang melayang-layang diatas air adalah sebagai
simbol bahwa akan menerima pengetahuan suci secara langsung melalui kesadaran
jiwa sehingga pengetahuan suci itu bisa tumbuh dalam pikiran. Pengalaman suci
ini bisa didapatkan pada semadi, melalui mimpi ataupun dalam saat tertentu tiba
waktunya menerima pengetahuan itu. Binatang memiliki sifat karakter yang
berbeda namun padanya terdapat sifat-sifat yang mencerminkan sifat tertentu
sebagai contoh yang patut diteladani. jadi pada makhluk binatangpun terdapat
nilai-nilai ketuhanan yang memberi kemudahan dalam pemahaman. Banyak
pengetahuan kesucian yang diterima melalui simbol, atau petanda yang memerlukan
kecerdasan pikiran untuk mengupasnya karena pengetahuan yang diterima melalui
pengalaman suci dalam bentuk simbol atau pertanda yang diterima seperti halnya
melihat Laut, melihat Gunung, melihat langit dengan penuh sastra atau
pengalaman yang lainnya mengandung banyak arti dan makna. Jadi simbol-simbol
suci yang ada sebagai tuntunan menuju ke jalan Tuhan merupakan pengetahuan suci
yang diturunkan sebagai wahyu Tuhan agar umatnya mampu memahami ajaran kesucian
sebagai jalan meuju kepadanya. Bukan atas rekayasa manusia mencari-cari cara
atau jalan karena hanya Tuhanlah yang tahu dan yang berhak menentukan cara atau
jalan menujunya. Demi kelangsungan kelestarian ciptaannya, Beliaupun
mewujudkannya dirinya menjadi ciptaan itu sendiri, mewujudkan dirinya sebagai
Maha Guru untuk menuntun ciptaan-Nya, menjadikan diri-Nya sebagai simbol yang
dipahami oleh umatnya. Simbol adalah perbandingan atau persamaan dari sebuah
makna untuk dapat dipahami. Maka apapun bentuk dari sebuah simbol yang terutama
adalah dapat memberi pengertian dan pemahaman terhadap sebuah pengetahuan,
apalagi pengetahuan ketuhanan yang maha suci dan sulit. Maka tanpa di bantu
oleh simbol sangat sulit bagi alan pikir untuk mencernanya bahkan gampang
melupakannya. Apapun bentuk ataupun bahan dari pada sebuah sumbul ketuhanan
akan memiliki nilai ketuhanan apabila telah dipasu pati atau dihidupkan dengan
doa pemujaan. Banyak bentuk-bantuk simbolis yang ditaruh disembarang tempat
namun apabila tidak dikeramatkan tidak akan memiliki nilai ketuhanan karena
nilai ketuhanan itu bersifat skala dan niskala, memiliki nilai jiwa dan raga.
Jadi ada nilai yantranya (simbolis), ada nilai tantranya (aksara suci) dan
mantranya.
Tuhan
juga diwujudkan sebagai Dewa atau Dewi yang berwujud manusia dengan atribut
yang melukiskan status ketuhanan dalam manifestasinya masing-masing.
Manifestasi Tuhan yang disimbolkan sebagai wujud manusia utama dengan
sifat-sifat ketuhanan yang membedakan antara Dewa dengan manusia. Status Tuhan
yang dapat dilukiskan dalam simbol sebagai manifestasi, sedangkan statusnya
yang lebih tinggi sebagai Purusa yang dipuja sebagai Sadha Siwa (Bapak Akasa)
dan Predana yang dipuja sebagai Ibu Pertiwi (Ibu Alam Semesta) yak
termanifestasikan dan tak dapat disimbolkan dalam bentuk apapun karena statusnya
yang universal. Demikian pula dalam statusnya sebagai Nirguna Brahman yang
dipuja sebagai Brahman atau Parama Siwa adalah maha mutlak tak
termanifestasikan karena Beliau Nirguna yaitu tanpa sifat, tanpa wujud tak
termanifestasikan, Beliau adalah langgeng. Setelah Tuhan lebih dekat dengan
ciptaannya terkena pengaruh mayanya baru dapat disimbolkan dalam berbagai
manifestasi.
Dalam
manifestasinya yang utama Beliau dipujasebagai Siwa dalam wujud manusia dengan
bermahkotakan keagungan atau dengan rambut yang digelung, berpakaian kulit
Harimau melukiskan seorang pertapa agung dan maha guru sebagai penuntun ciptaannya.
Dengan wujudnya sebagai manusia akhirnya umat manusia merasa lebih dekat, dapat
dibayangkan dalam perenungan konsentrasikepadanya dan mewujudkan emosional
kecintaan kepada Tuhan. Walaupun dilukiskan dalam wujud manusia namun dengan
atribut-atribut ketuhanan sebagai kemaha agungannya. dalam status kesiwaan
Beliau dilukiskan bermata tiga yang menyimbulkan bahwa Beliau maha melihat,
mengetahui masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, melihat sampai jauh
ke lubuk hati yang paling dalam, Dilukiskan bertangan empat yang menyimbulkan
Cadu Sakti yaitu Prabhu Sakti sebagai maha kuasa, Wibhu Sakti sebagai maha ada,
Krya Sakti sebagai maha karya dan Jnana Sakti sebagai maha pengetahuan.
Masing-masing tangan memegang atribut seperti Tri sula yang menyimbulkan Tri
Bhuana, Pecut yang menyimbulkan sebagai pengembala atau mengatur ciptaannya,
Ludraksa mala menyimbulkan bahwa Beliau yang mengatur roda perputaran alam
semesta dan mengatur hukum-hukumnya, satu tangannya terbuka dalam sikap
memberkati sebagai abaya hastha agar umatnya terhindar dari bencana. Selain
atribut itu terdapat pula gendrang sebagai simbol bahwa Beliau yang mengatur
gerak yang berirama dalam tarian sakral mewujudkan keindahan dan kedamaian.
Juga terdapat Padma sebagai senajat penguasa penjuru alam semesta. Dewa Siwa
duduk diatas Lembu Nandhini sebagai simbol penguasa dunia, Beliau yang
menguasai dunia ini namum Beliau berada diatasnya, menjadikan dunia sebagai
wahananya. Dengan nama Siwa Tuhan dilukiskan dengan berbagai status sebagai
kemaha agungannya.
Dalam
perwujudan manifestasi Tuhan, dilukiskan dengan saktinya sebagai Dewa dan Dewi
yang diibaratkan suami dengan istrinya agar lebih dipahami akan sifat-sifat
ketuhanan yang ada pula pada diri manusia. Pengertian sakti dalam ketuhanan
adalah sebagai kekuatan (power) ibarat Api dengan panasnya, ibarat jiwa dengan
raganya juga bagaikan suami dengan istrinya. Selain bentuk simbol dengan wujud
makhluk hidup lingkungan umat manusia, ketuhanan juga disimbolkan dalam aksara
atau sastra suci. Dari aksara munculnya sabda, dari dabda menimbulkan akibat
atau kejadian. Aksara suci yang merupakan inti dari kehidupan dan sebagai
pengikat antara jiwa dengan raga terdapat diseluruh organ tubuh hingga ke
sel-sel tubuh yang ada dan terdapat pula pada alam semesta ini.
Sebagai
aksara suci Tuhan Yang Maha Esa disimbolkan sebagai OM kara yang berasal dari
aksara AUM. Aksara AUM sebagai aksara Tri Murthi merupakan rangkuman dari
Aksara A (Ang) sebagai aksara Upeti dari Dewa Brahma. Aksara U (Mang) merupakan
aksara pemeralina dari Dewa Siwa. OM kara merupakan aksara suci tunggal sebagai
aksara dari Tuhan Yang Maha Esa dalam proses penciptaan menjadi Dwi aksara
yaitu aksara Ang dan aksara Ah, dari Dwi aksara menjadi Tri aksara Ang, Ung,
Mang. Setelah terwujud Tri aksara akhirnya berkembang menjadi Panca aksara
sebagai aksaranya Panca Dewata dan menjadi Dasa aksara yaitu Sang, Bang, Tang,
Ang, Ing dan Nang, Mang, Sing, Wang, Yang, menjadi aksaranya Dewata Nawa Sanga.
Aksara suci yang tergolong agung ini sebagai aksara suci Tuhan dalam Ista
Dewata yang juga terdapat pada organ tubuh yang vital seperti Hati, Jantung,
Paru-paru, Ginjal dan organ tubuh utama lainnya. Aksara suci yang terdapat pada
organ tubuh ini bersifat pasif sehingga tidak dipahami oleh manusia namun
aksara tubuh ini bisa menjadi aktif bila tersentuh oleh kesucian diri yang
diusahakan. Simbol ketuhanan dalam aksara ini merupakan pengetahuan Tantra yang
keramat karena dengan kekuatannya dapat menghidupkan sarana atau wujud dari
sebuah simbol, sehingga aksara-aksara suci sangat dikeramatkan (aja wera) agar
tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Demikian pula apabila terjadi
hubungan antara aksara yang ada pada badan sendiri dengan aksara suci Tuhan
dalam berbagai asfek aksara suci pada alam atau tingkat kedewataan, namun bila
kesucian diri belum cukup dapat menimbulkan dampak negatif. Dari Tantra dalam
bentuk aksara suci memjadi Mantra yaitu ucapan suci yang mengandung aksara aksara
suci yang dikumandangkan sebagai puja puji kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tantra
akhirnya menjadi bija mantranya. Selain Tantra dan Mantra yang dikumandangkan
dalam pemujaan dilengkapi pula dengan Yantra sebagai sikap tangan (mudra) dan
sarana simbolis berupa upakara kesucian sehingga persyaratan melakukan pemujaan
yang lengkap terlaksana dengan baik. Dengan berpengetahuan Yantra, Tantra dan
Mantra dapat digunakan untuk menghidupkan sarana atau simbol sehingga menjadi
hidup dan dapat memberi pengaruh kejiwaan. Bila dihidupkan dengan kesucian
sebagai simbol ketuhanan akan dapat memberi pengaruh kesucian pada jiwa. OM
kara sebagai aksara suci Tuhan dalam penulisannya terdiri dari: Nada sebagai
simbol Bintang, Windhu sebagai simbol Matahari, Candra dalam bentuk Bulan sabit
sebagai simbol Bulan dan angka tiga huruf Bali, diwujudkan pula dalam simbol
upakara. Kewangen sebagai sarana pemujaan merupakan simbol OM kara yang
diwujudkan dalam sarana pemujaan. Sampian kewangen sebagai simbol Nadha, uang
kepeng sebagai Windhu, permukaan kojong kewangen berbentuk Bulan sabit sebagai
candra dan kojong pembungkusnya berbentuk lancip (segi tiga) sebagai angka
tiganya.
Dari
simbol Lingga dan Yoni sebagai sinbul Tuhan yang melukiskan purusa dan prakerti
berkembang berbagai simbol ketuhanan baik dalam bentuk upakara maupun
perwujudan suci lainnya yang semuanya berasfekkan Purusa dan Predana. Gunung
merupakan tempat yang tinggi juga dipandang sebagai Lingganya Tuhan, sebagai
tempat tertinggi yang juga dipandang sebagai kiblat atau hulu. Dari kaki gunung
mengalir sungai-sungai yang menghidupi semua makhluk hidup, bagaikan Yoni yang
mengalirkan Tirta Amrtha kehidupan. Bentuk-bentuk bangunan suci sebagai tempat
pemujaan diwujudkan sebagai simbol gunung yang menjadi sumber kehidupan karena
adanya gunung yang menyerap air hujan dn mengalirkan sungai kehidupan sehingga
semua jenis makanan dapat tumbuh dengan subur. Bentuk-bentuk bangunan yang
menyimbulkan bentuk gunung diantaranya bangunan suci: Meru, Candi, Candi
Bentar, Candi Kurung, Punden Berundak-undak dan bangunan suci lainnya.
Dari
bentuk Lingga dan Yoni sebagai simbol alam semesta dikembang menjadi bentuk
Padma Sana sebagai Lingganya Tuhan. Kata padma sana berasal dari kata padma
yang artinya Bunga Teratai dan sana artinay duduk. Jadi Padma Sana artinya
tempat berstananya Tuhan Yang Maha Esa. Padma Sana sebagai wujud alam semesta
dengan unsur Panca Maha Butha dilukiskan sebagai bagian-bagian dari pada Padma
Sana itu seperti:
- Bedawang Nala dilukiskan dalam bentuk kura-kura raksasa berambut Api (nala) terletak pada bagian bawah Padma Sana sebagai simbol Magma atau Api (unsur Teja) yang menjadi inti panas Bumi.
- Naga Ananta Boga yang membelit Bedawang Nala sebagai simbol tanah dan bebatuan (unsur Pertiwi). Ananta artinya tak pernah habis dan Boga artinya makanan. Yang dimaksudkan bahwa Pertiwi adalah sumber makanan yang tak pernah habis.
- Naga Basuki yang juga membelit Bedawang Nala sebagai simbol air sungai dan laut (unsur Apah).
- Burung Garuda terletak di bagian tengah Padma Sana sebagai simbol angin atau udara (unsur Bayu).
- Naga Taksara dalam Bentuk Naga bersayap terletak pada bagian atas Padma.
- Sana sebagai tabing singgasana adalah simbol alam atas yang terdiri dari awan, atmosfir pada alam terbuka (unsur Akasa).
Padma
Sana yang melukiskan semua unsur panca maha butha dilengkapi dengan bentuk
Teratai sebagai Asta Dala dan Singga Sana sebagai Lingga stananya Tuhan Yang
Maha Esa. Bentuk Padma Sana juga diartikan sebagai simbol kejadian pemutaran
Gunung Mandara Giri untuk mengaduk lautan susu (Kesirarnawa) ketika para Dewa
dan Daitya memperebutkan Tirtha Amrtha Sanji Wani karena beberapa wujud simbol
yang terdapat pada Padma Sana sebagai lukisan tokoh-tokoh kejadian dalam
mendapatkan Tirtha Amrtha itu. Tokoh pelaku yang dimaksud diantaranya: Badawang
Nala sebagai dasar yang melandasi Gunung Mandala Giri, Naga Basuki sebagai tali
pengikat untuk memutar gunung, dan Burung Garuda yang ikut merebut Tirtha
Amrtha untuk diberikan kepada para Naga. Bentuk Padma Sana dikaitkan dengan
mendapatkan Tirtha Amrtha dimaksudkan bahwa Padma Sana sebagai simbol Tuhan
adalah sebagai sumber hehidupan yaitu sama dengan Tirtha Amrtha Sanji Wani.
Demikian
banyaknya terdapat simbol-simbol ketuhanan sebagai bukti pernyataan bahwa Tuhan
itu maha ada dan ada dimana-mana. Dengan jalan apapun, dengan simbol apapun
yang memiliki nilai ketuhanan merupakan jalan yang dapat ditempuh sebagai
langkah awal untuk mencapainya. untuk menyatakan sesuatu yang sangat luas,
sesuatu yang diluar jangkauan pikir mesti menggunakan simbol-simbol agar dapat
dipahami keberadaanya. Semua Negara memiliki simbol kenegaraannya. Negara kita
Republik Indonesia memiliki lambang atau simbol negara yaitu Burung Garuda.
Juga memiliki bendera kebangsaan yaitu Sangsaka Merah Putih yang selalu diberi
penghormatan, yang dipuja dalam berbagai lagu kebangsaan. kalau dinilai secara
material bendera itu adalah sebuah kain yang berwarna Merah dan Putih. Namun
nilai simbolisnya adalah mewakili Negara Indonesia dan kehormatan bangsa
Indonesia. Mengibarkan bendera juga bermakna kemenangan dan kemerdekaan. Jadi
dengan mengibarkan bendera kita nyatakan kemerdekaan itu, dengan mengibarkan
bendera kita nyatakan kemenangan. Metode simbolis ini telah dilakukan sejak
jaman dahulu kala dan hingga kini diakui diseluruh dunia. Selain banyaknya
terdapat simbol-simbol juga simbol itu sendiri memiliki banyak makna
diantaranya sebagai: perwujudan, perlambangan, alat peraga maupun sebagai
tanda-tanda tertentu yang mengantarkan kita kepada tujuan.
Terlalu banyaknya simbol didalam keagamaan terkadang juga
menimbulkan kesulitan di dalam pemahaman nilai-nilai ketuhanan. lagi pula akan
banyak yang merasa permasalahannya sudah cukup terselesaikan dengan
simbol-simbol saja. Padahal faktor yang paling utama yang dapat menyelesaikan
permasalahan hidup adalah pengetahuan. Dengan berpengetahuan segala kebutuhan
hidup dapat tercapai dengan baik. Demikian pula didalam mencapai tujuan utama
hidup ini yaitu mencapai Moksartam dan Jahgadita sangat diperlukan memiliki
pengetahuannya. Bila tidak berpengetahuan keinginan untuk menempuh tujuan
itupun tidak akan pernah tumbuh apalagi untuk mencapai jelas tidak mungkin.
Hidup didunia ini ada dua permasalahan yang berhimpitan yang semuanya ada
didalam diri yaitu antara nafsu dengan kesadaran budhi, antara tujuan suci
dengan kepentingan nafsu yang kesemuanya nampaknya membawa kenikmatan hidup.
Bila tidak memiliki pengetahuannya dengan baik akan dapat menjerumuskan kita ke
jalan kenistaan. Didalam kegiatan masyarakat unsur kebersamaan yang menjadi
ukuran. Untuk mencapai kebersamaan tentu berbagai kepentingan dan ide yang
harus terpenuhi. Di Pulau bali kegiatan upacara keagamaan dilakukan dengan
mempersembahkan berbagai jenis upakara dengan berbagai simbol yang terangkum
didalamnya. Perkembangan dari jaman ke jaman upakarapun makin bertambah banyak
namun umat semakin tidak memahami nilai dan makna simbolis yang terkandung
didalamnya. Simbol-simbol ketuhanan yang semestinya sebagai jembatan untuk
mencapai pemahaman ketuahanan bila tidak dipahami tentu tidak banyak
bermanfaat. jaman kini dimana sistem pendidikan semakin maju dengan
teknologinya yang semakin canggih serupakan sarana yang harus dimanfaatkan
untuk mencapai berbagai pengetahuan. Tumbuhkan kesadaran bahwa pengetahuan
adalah penghapus segala kegelapan.
0 Response to "Simbol Ketuhanan"
Post a Comment