loading...

Sembahyang Menyatukan Kekuatan Tri Bhuwana

Sembahyang Menyatukan Kekuatan Tri Bhuwana




SEMBAHYANG MENYATUKAN KEKUATAN TRI BHUWANA, Dalam ilmu filsafat ada perbedaan pandanan antara pandangan filsafat barat dan filsafat timur. Filsafat barat klasik memandang manusia hidup berhadapan dengan alam. Manusia bukan bagian dari alam. Karena itu manusia harus berusaha mengembangkan kemampuannya untuk menundukkan alam. Sedangkan pandangan filsafat timur yang lebih banyak  dipengaruhi oleh pandangan ajaran hindu dan budha memandang manusia itu hidup bersama-sama alam. Bahkan manusia itu bagian yang tak terpisahkan dengan alam. Karena itu alam semesta raya ini disebut bhuwana agung dan manusia disebut bhuwana alit.

Ajaran tattwa dari agama hindu mengajarkan agar setiap manusia berusaha untuk mengharmoniskan hidupnya dengan gerak dinamis dari alam tempatnya hidup dan mngembangkan kehidupannya itu. Sembahyang sendiri pada hakekatnya suatu upaya untuk mengharmoniskan seluruh potensi diri. Kalau seluruh potensi diri dapat diharmoniskan dari keharmonisan potensi diri itulah seseorang mendapatkan kekuatan untuk merealisasikan kesucian sang hyang atma dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk mewujudkan keharmonisan segala potensi yang ada dalam diri itu perlu adanya gerak diri untuk menyesuaikan dengan dinamika alam semesta. Hal ini dilakukan dalam melakukan sembahyang sendiri setiap hari. Habis sembahyang seperti biasa misalnya mengucapkan mantram tri sandya dan kramaning sembah. Setelah itu sembahyang dapat  dilanjutkan dengan melakukan meditasi.

Salah satu cara melakukan meditasi adalah dengan mengulang-ulang mantram gayatri. Mantram gayatri atau juga disebut savitri mantram terdiri dari tiga komponen mantram yaitu omkara mantram vyahrti mantram dan tri pada mantram. Omkara disebut juga pranawa mantram. Omkara diucapkan dengan suara om setiap awal dan akhir dari pengucapan mantram weda. Pengucapan aksara om pada awal dan akhir dari setiap pengucapan mantram weda ditegaskan dalam kitab manawa dharmasastra II, 74. Dalam kitab tersebut dijelaskan pengucapan om pada awal setiap pengucapan mantram weda bertujuan agar jangan kesucian weda tersebut tergelicir menyasar. Sedangkan setiap penutup pengucapan mantram weda kembali lagi mengucapkan mantram om bertujuan agar  makna kesucian weda jangan sampai menghilang. Kalau dalam meditasi pengucapan mantram om dengan suara menggema dan segala perhatian ditujukan pada kasra om dengan sepenuh hati. Saat mengucapkan mantram om bayangkan mantram om itu bergerak turun dari luhuring akasa terus menuju padma hrdaya atau lubuk hati sanubari. Dari padma hrdaya itulah mantram om digerakkan terus mengucapkan vyahrti mantram. Vyahrti mantram itu adalah bhur, bhuwah dan swah.

Pengucapan vyahrti mantram pertama yaitu mantram bhur perhatian diarahkan pada bhur loka atau alam bawah. Terus dilanjutkan dengan pengucapan mantram bhuwah dan perhatian diarahkan pada alam tengan atau bhuwah loka. Selanjutnya ucapkan mantram swaha dengan perhatian dipusatkan pada luhuring akasa. Pengucapan vyahtri mantram ini bertujuan untuk menggerakan kekuatan tri bhuwana yaitu bhur, bhuwah, dan swah loka. Setelah bersatunya kekuatan tri bhuwana itu lalu di arahkan untuk membangun kekuatan diri . pengucapan mantram bhur bertujuan untuk menggerakkan anna sakti yaitu menggerakan sari-sari makanan agar menjadi suatu kekuatan yang dapat memberikan hidup. Pengucapan mantram bhuwah bermakna menggerakkan prana sakti yaitu suatu kekuatan untuk membangun tenaga hidup yang disebut prana. Setelah itu pengucapan swaha membangun jnyana sakti yaitu untuk membangun kecerdasan dan kebijaksanaan. Jadinya dengan mantram vyahrti kekuatanm bhuwana agung dan kekuatan bhuwana alit disatukan utnuk membangun kesehatan jasmani (anna sakti dan prana sakti) dan kesehatan rokhani (jnyana sakti). Setelah pengucapan mantram vyarthi terus diucapkan unsur ketiga dari gayatri mantram yang disebut tri pada mantram.

Tri pada mantram itu ialah : tat sawitur warenyam, bhargo devasya dimahi, diyo yonah pracodayat. Tri pada mantram ini terdiri dari 24 aksara suci yang memiliki kekuatan untuk melebur kekotoran yang menyelubungi atman. Atman ibarat kaca yang bersih dan bening. Perbuatan dosa  karena melakukan asubha karma ibarat debu-debu hitam yang menggelapkan kaca yang bersih dan bening itu.  Kebersihan dan kebeningan kaca itu ditutupi oleh kotornya debu-debu perbuatan dosa asubha karma. Karena gelapnya perbuatan dosa itu maka sinar suci tuhan ditutupi oleh kegelapan yang menutupi kaca tersebut ibarat sinar matahari tidak dapat menembus kaca yang ditutupi debu gelap tersebut.

Tri pada mantram inilah yang berfungsi untuk menggosok-gosok kekotoran dosa yang gelap menutupi sinar suci sang hyang atma. Pengucapan tri pada mantram setelah mengucapkan vyahrti mantram yang ketiga yaitu swaha. Saat mengucapkan tri pada mantram perhatian masih ditujukan diluar angkasa atau luhuring akasasebagai kelanjutan dari pengucapan mantram swaha. Dari luhuring akasa tri pada mantram diucapkan terus menuju siwa dwara diubun-ubun. Dari siwa dwara menuju seluruh indria dari panca budhi terus kepanca karmendria.

Demikianlah pengucapan gayatri mantram dalam satu putaran, putaran berikutnya lagi seperti semua dari pengucapan omkara, vyahrti terus tri pada. Hal ini dapat diulang-ulang. Kalau mungkin satu kali sembahyang diucapkan sebanyak 108 kali dengan dibantu oleh pengunaan japa mala dnegan mata untaian yang 108 biji. Ini methoda meditasi sederhana menggunakan gayatri mantram untuk menyatukan kekuatan tri bhuwana melalui sembahyang sendiri. manawa dharmasastra II, 79 menyebutkan seorang dwijati yang mengucapkan gayatri mantra 1000 kali diluar desanya akan dapat membebaskan maha papanya.

0 Response to "Sembahyang Menyatukan Kekuatan Tri Bhuwana"