Arti dan Fungsi
Sarana Upakara bagi Umat Hindu
Sarana Upakara bagi Umat Hindu
ARTI DAN FUNGSI SARANA UPAKARA BAGI UMAT HINDU, Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama juga di
laksanakan dengan Karma dan Jnyana. Bhakti, Karma dan Jnyana Marga dapat
dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya ketiga hal itu luluh
menjadi satu.
Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan ikhlas.
Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun dilakukan
dengan penuh keikhlasan. Untuk
melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam
kitab agama disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya.
Puncak dari Karma dan Jnyana adalah Bhakti atau penyeraha diri. Segala kerja
yang kita lakukan pada akhirnya kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Dengan cara seperti itulah Karma dan Jnyana Marga akan mempunyai nilai
yang tinggi.
Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul-Simbul itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rokhaninya belum begitu maju, dapat menggunakan cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi mereka yang telah maju dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para Bhakti”. Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari benda-benda tertentu.
Sarana-sarana tersebut merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci. Menurut Bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan : sarana pokok yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan antara lain:
Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul-Simbul itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rokhaninya belum begitu maju, dapat menggunakan cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi mereka yang telah maju dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para Bhakti”. Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari benda-benda tertentu.
Sarana-sarana tersebut merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum dalam kitab suci. Menurut Bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan : sarana pokok yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan antara lain:
- Pattram : daun-daunan,
- Puspam : bunga-bungaan,
- Phalam : buah-buahan,
- Toyam : air suci atau tirtha.
Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula Api yang berwujud “dipa dan dhÅpa” merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur tersebut dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telah berwujud tertentu dengan fungsi tertentu pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat upakara adalah sama, namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbeda-beda dalam fungsi yang berbeda-beda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
A.
Arti dan Fungsi Bunga.
Arti bunga dalam Lontar
Yadnya Prakerti disebutkan sebagai ”sekare pinako katulusan pikayunan suci”.
Artinya, bunga itu sebagai lambang ketulusikhlasan pikiran yang suci. Bunga
sebagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan oleh Umat Hindu bukan
dilakukan tanpa dasar kita suci. Untuk fungsi bunga yang penting yaitu ada dua
dalam upacara. Berfungsi sebagai simbul, Bunga diletakkan tersembul pada puncak
cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah. Setelah selesai
menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di atas kepala atau disumpangkan di
telinga. Dan fungsi lainnya yaitu bunga sebagai sarana persembahan, maka bunga
itu dipakai untuk mengisi upakara atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada
Ida Sang Hyang Widhi Wasa ataupun roh suci leluhur. Dari Bunga, buah dan daun
di Bali dibuat suatu bentuk sarana persembahyangan seperti : canang, kewangen,
bhasma dan bija. Canang, kewangen, bhasma dan bija ini adalah sarana
persembahyangan yang berasal dari unsur bunga, daun, buah dan air. Semua sarana
persembahyangan tersebut memiliki arti dan makna yang dalam dan merupakan
perwujudan dari Tatwa Agama Hindu.
Adapun arti dari masing-masing sarana tersebut antara lain yaitu :
Adapun arti dari masing-masing sarana tersebut antara lain yaitu :
1.
Canang
Canang ini merupakan
upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur -
unsur pokok daripada canang tersebut adalah:
a)
Porosan terdiri
dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih. Dalam lontar Yadnya Prakerti
disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
b)
Plawa yaitu
daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci, seperti
yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.
c)
Bunga lambang
keikhlasan.
d)
Jejahitan,
reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
e)
Urassari yaitu
berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana dari
pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.
2.
Kewangen
Kewangen berasal dari
bahasa Jawa Kuno, dari kata “Wangi” artinya harum. Kata wangi mendapat awalan
“ka” dan akhiran “an” sehingga menjadi “kewangian”, lalu disandikan menjadi
Kewangen, yang artinya keharuman. Dari arti kata kewangen ini sudah ada
gambaran bagi kita tentang fungsi kewangen untuk mengharumkan nama Tuhan. Arti
dan makna unsur yang membentuk kewangen tersebut adalah Kewangen lambang
”Omkara”. Kewangen disamping sebagai sarana pokok dalam persembahyangan, juga
dipergunakan dalam berbagai upacara Pancayadnya. Kewangen sebagai salah satu
sarana penting untuk melengkapi banten pedagingan untuk mendasari suatu
bangunan. Demikian pula dalam upacara Pitra Yadnya, ketika dilangsungkan
upacara memandikan mayat, kewangen diletakkan di setiap persendian orang
meninggal yang jumlahnya sampai 22 buah kewangen, dimana fungsi kewangen disini
adalah sebagai lambang Pancadatu (lambang unsur-unsur alam) sedang fungsi
Kwangen dalam upacara memandikan mayat sebagai pengurip-urip.
3. Bunga sebagai
Lambang, antara lain :
Bunga lambang restu
dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Bunga lambang jiwa dan
alam pikiran.
Bunga yang baik untuk
sarana keagamaan.
B.
Arti dan Fungsi Api Dhupa dan Dipa
Dalam persembahyangan Api itu diwujudkan dengan : Dhupa dan Dipa. Dhupa adalah sejenis harum-haruman yang dibbakar sehingga berasap dan berbau harum. Dhupa dengan nyala apinya lambang Dewa Agni yang berfungsi :
1.
Sebagai pendeta
pemimpin upacara.
2.
Sebagai
perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja.
3.
Sebagai pembasmi
segala kotoran dan pengusir roh jahat.
4.
Sebagai saksi
upacara dalam kehidupan.
Kalau kita hubungkan antara sumber-sumber kitab suci
tentang penggunaan api sebagai sarana persembahyangan dan sarana upacara
keagamaan lainnya, memang benar, sudah searah meskipun dalam bentuk yang
berbeda. Disinilah letak keluwesan ajaran Hindu yang tidak kaku itu, pada
bentuk penampilannya tetapi yang diutamakan dalam agama Hindu adalah masalah
isi dalam bentuk arah, azas harus tetap konsisten dengan isi kitab suci Weda.
Karena itu merubah bentuk penampilan agama sesuai dengan pertumbuhan zaman
tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ia harus mematuhi ketentuan-ketentuan
sastra dresta dan loka drsta atau : desa, kala, patra dan guna.
C. Arti dan Fungsi Tirtha
Air merupakan
sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam
persembahyangan yaitu : Air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci
yang disebut Tirtha. Tirtha inipun ada dua macamnya yaitu: tirtha yang di dapat
dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Bhatara-bhatari dan Tirtha
dibuat oleh pendeta dengan puja. Tirtha berfungsi untuk membersihkan diri dari
kekotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun pemakaiannya adalah dipercikkan di
kepala, diminum dan diusapkan pada muka, simbolis pembersihan bayu, sabda, dan
idep. Selain sarana itu, biasanya dilengkapi juga dengan bija, dan bhasma yang
disebut gandhaksta. Tirtha bukanlah air biasa, tirtha adalah benda materi yang
sakral dan mampu menumbuhkan persanaan, pikiran yang suci. Untuk asal usul kata
Tirtha sesungguhnya berasal dari bahasa Sansekertha.
Macam - macam Tirtha untuk melakukan persembahyangan ada dua jenis yaitu tirtha pembersihan dan tirtha wangsuhpada. Arti dan makna tirtha ditinjau dari segi penggunaannya dapat dibedakan sebagai berikut :
Macam - macam Tirtha untuk melakukan persembahyangan ada dua jenis yaitu tirtha pembersihan dan tirtha wangsuhpada. Arti dan makna tirtha ditinjau dari segi penggunaannya dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Tirtha berfungsi sebagai lambang penyucian dan
pembersihan.
2. Tirtha berfungsi sebagai pengurip / penciptaan.
3. Tirtha berfungsi sebagai pemeliharaan
Dalam Rg Weda I, bagian kedua sukta 5, mantra 2 dan 5 dijelaskan Dewa Indra sebagai pemberi air soma yang merupakan air suci. Mantra adalah Weda, sehingga kitab Catur Weda disebut kitab Mantra, karena tersusun dalam bentuk syair-syair pujaan. Mantra itu banyak macam dan ragamnya, ada mantra yang hanya terdiri dari dua, tida atau lima suku kata seperti: Om Ang Ah, Ang Ung Mang, Sang Bang Tang Ang Ing dan sebagainya. Mantra juga disebut ”Bija Mantra”. Suku kata yang demikian itu dianggap mengandung sakti, disebut ”Wijaksara”.
Mantra yang digunakan sebagai pengantar upacara disebut : Brahma. Nama ini kemudian digunakan untuk menyebutkan, Ia yang maha kuasa. Mantra yang ditujukan kepada Tuhan dalam salah satu manifestasinya disebut ”Stawa” misalnya ”Siwastawa, Barunastawa, Wisnustawa, Durghastawa, dan sebagainya. Mantra pada umumnya memakai lagu dan irama, sehingga mantra juga disebut ”Stotra”. Dalam sekian banyak mantra, contoh dua buah mantra yaitu mantra ”Puja Trisandhya” dan mantra ”Apsudewastawa” dapat diambil kesimpulan bahwa mantra adalah sebagai sarana persembahyangan yang berwujud bukan benda (non material) yang harus diucapkan dengan penuh keyakinan. Tanpa keyakinan semua sarana persembahyangan itu akan sia-sia, untuk dapat menghubungkan diri dengan yang dipuja.
0 Response to "Arti dan Fungsi Sarana Upakara bagi Umat Hindu"
Post a Comment