Amrtha Aksara Bali, melalui gerak aksara tetua Bali mengajak generasinya selalu tunduk pada Sang Hyang Aji Saraswati. Dewi pengemban ilmu pengetahuan yang mengalirkan berkah amertha ilmu pengetahuan. Menyelami samudera aksara Bali merupakan proses tanpa batas dan waktu. Dalam proses pembelajaran versi tetua Bali, dimaksudnkan tidak ada hentinya untuk belajar, walaupun jiwa meninggalkan fisik atau tidak berhenti pda "tepi samudra", karena di balik liuk lekuk bentuk aksara Bali terhampar samudra tanpa tepi. Walaupun tanpa tepi, kebodohan dalam dinamisasi hidup sudah pasti ada. kebodohan yang memberi batas kemampuan untuk mendalami esensi yang ada. Karena bodoh, diamanatkan pula belajar belog 'bodoh', bukan maksud menjadikan diri belog, namun menyadari kebodohan yang perlu diasah terus-menerus.
Dalam Khasanah pembelajaran isoteri aksara Bali, banyak orang mengatakan aksara Bali misterius. Menebus selubung misterius aksara bali sangat sulit, karena dianggap sulit di pelajari dan bisa menyebabkan tulah. akibat salah kaprah tetang menimbang makna tulah, akhirnya banyak orang Bali tidak tahu dengan aksara Bali dan atau sengaja tidak mau tahu dengan keberadaan aksara Bali yang kini hampir mengalami "Purnabakti".
Jika menyelami samudera makna amrtha aksara Bali dengan benar dan tepat sudah barang tentu tidak dihujam tulah. Tulah kadangkala diartikan secara dangkal, kepala di bawah dan kaki di atas, namun jika diartikan secara mendalam, manusia tulah adalah orang sombong, angkuh, cepat merasa hebat. Atas sifat dan sikap demikian, Sang Hyang Aji Saraswati semakin menjauh dari hati manusia, sehingga menjadilah manusia individualis, materialistis dan hedonis. Keadaan yang sangat memprihatinkan, tetapi orang asing mulai gandrung mempelajari aksara Bali pada perguruan-perguruan tradisional maupun bangku akademis. Dengan demikian, apakah generasi Bali nantinya akan berguru aksara Bali dengan orang asing? Masalah seperti inilah yang perlu direnungi oleh orang Bali sendiri. Karena di suatu sisi orang bali (senang) bangga dengan kebudayaan sendiri. Tentunya budaya yang dibanggakan adalah warisan budaya yang dapat menghasilkan uang. Pada suatu sisi adanya keengganan untuk merevitalisasi kebudayaan, khususnya aksara Bali.
Memahami aksara Bali sangatlah sulit. Karena tidak hanya berhenti pada tampilan aksara yang bisa dibaca, tapi juga menyelami makna didalamnya. Wrahaspati Tattwa menganalogikan manusia pencari Tuhan, tak ubah seperti si buta meraba seekor gajah. Begitu pula kiranya dalam pencarian esensi yang terkandung di dalam aksara Bali, apalagi Aksara modre. Mungkin karena itu juga, beberapa bentuk aksara Bali menjadi simbol, niasa, lambang dari dewa-dewa. Kesempatan ini mari belajar dari orang buta.
Kasara Bali lebih dekat dengan nuansa religius, sehingga sangat dikeramatkan dan disucikan. Begitu sucinya aksara Bali, sebagian besar masyarakat pantang untuk menjamah karena adanya anggapan"belum pantas". Belum pantas, karena perlu kematangan diri, kedewasaan cara berfikir, dan kesiapan mental. Tentunya secara tradisi harus didahului upacara inisiasi, yang sering disebut pawintenan saraswati. Dalam proses pawintenan, aksara Bali hadir sebagai media penetasan benih kesucian dalam bentuk rerajahan disuratkan di beberapa bagian badan yang diinisiasi.
0 Response to "Amrtha Aksara Bali"
Post a Comment