Untuk pertama kalinya peringatan hari Ibu di peringati pada tanggal 22 Desember 1945 setelah empat bulan Peringatan pembebasan Negara Republik Indonesia dari Penjajahan yaitu 17 Agustus 1945 saat detik-detik Proklamasi dikumandangkan dan dalam konteks hari pasaran pada tanggal 22 Desember 1945 tersebut adalah jatuh pada "Saniscara Pon Dungulan atau tiga hari setelah Hari Raya Galungan. Galungan, dimana Galungan juga sebagai peringatan hari pembebasan manusia" dari belenggu Adharma.
Disengaja atau tidak disengaja pemilihan 22 Desember 1945 sebagai peringatan awal hari ibu, dikaitkan dengan pasaran dan pawetuan yang jatuh pada saat itu, mempunyai keterkaitan yang sinergis, yaitu sama-sama dalam rangka pembebasan. Wahyadiamika yaitu pembebasan diri manusia secara lahir dan batin.
Ada apakah secara padewasan pada tanggal 22 Desember 1945. Horoskop Hindu di bali membedah bahwa padewasan dan sifat wataknya yaitu Eka Wara (Kosong), Dwi Kara : Menga (Terbuka), Tri Wara : Beteng (Kemanusiaan), Catur Wara : Jaya (Kemenangan), Panca Wara : Pon (Penguasa), Sad Wara : Was (Kuat), Sapta Wara : Saniscara (Dewa Wasurama/Ksatria/Warna Merah), Asta Wara : Guru (Tuntunan), Sanga Wara : Jangur (Kuat), Dasa Wara : Manusia (Sosial), dan Dungulan sebagai perwatakan keras.
Memilik dari sifat dan perwatakan pawetuan dari padewasan tersebut di atas, berindikasi penuh perjuangan, selaras dengan kelahirannya di Tahun 1945 yaitu kemanusiaan terbuka, kemenangan, penguasa, kuat, ksatria, sosial, dan keras. Sifat-sifat pawetuan diwariskan agar kelak dikemudian hari generasi berikutnya mampu untuk melanjutkannya, sehingga negara ini mencapai apa yang disebut gemah ripah lo jinawi, tata tentrem kerta raharaja.
Disengaja atau tidak disengaja pemilihan 22 Desember 1945 sebagai peringatan awal hari ibu, dikaitkan dengan pasaran dan pawetuan yang jatuh pada saat itu, mempunyai keterkaitan yang sinergis, yaitu sama-sama dalam rangka pembebasan. Wahyadiamika yaitu pembebasan diri manusia secara lahir dan batin.
Ada apakah secara padewasan pada tanggal 22 Desember 1945. Horoskop Hindu di bali membedah bahwa padewasan dan sifat wataknya yaitu Eka Wara (Kosong), Dwi Kara : Menga (Terbuka), Tri Wara : Beteng (Kemanusiaan), Catur Wara : Jaya (Kemenangan), Panca Wara : Pon (Penguasa), Sad Wara : Was (Kuat), Sapta Wara : Saniscara (Dewa Wasurama/Ksatria/Warna Merah), Asta Wara : Guru (Tuntunan), Sanga Wara : Jangur (Kuat), Dasa Wara : Manusia (Sosial), dan Dungulan sebagai perwatakan keras.
Memilik dari sifat dan perwatakan pawetuan dari padewasan tersebut di atas, berindikasi penuh perjuangan, selaras dengan kelahirannya di Tahun 1945 yaitu kemanusiaan terbuka, kemenangan, penguasa, kuat, ksatria, sosial, dan keras. Sifat-sifat pawetuan diwariskan agar kelak dikemudian hari generasi berikutnya mampu untuk melanjutkannya, sehingga negara ini mencapai apa yang disebut gemah ripah lo jinawi, tata tentrem kerta raharaja.
0 Response to "Paweton di Hari Ibu"
Post a Comment