HINDU BUKAN AGAMA BUMI
HINDU BUKAN AGAMA BUMI, Hindu (secara fisiologis) adalah filsafat yang disempurnakan dengan ketuhanan. Filsafat hindu adalah pemikiran spekulatif metafisis tentang hakikat brahman, atman, maya, widya, dan moksa termasuk kesalinghubungan satu hakikat dengan hakikat lainnya. Dalam hal ini, filsafat hindu memusatkan pemahasannya pada brahman dalam brahmasutra, upanisad, dan bhagawadgita disebut brahmawidya. Brahmawidya adalah kata dalam bahasa sansekerta yang artinya sama dengan teologi, yaitu ilmu yang mempelajari hyang widhi. Dengan demikian, brahmawidya dapat disejajarkan dengan teologi dalam konteks agama-agama. Teologi dalam bahasa yunani theologia dibentuk dari kata theos berarti hyang widhi dan logos berarti wacana atau ilmu.
Teologi merupakan bagian dari metafisika yang menyelidiki hal eksisten menurut aspek dari prinsipnya yang terakhir suatu prinsip yang luput dari inderawi tunggal. Objeknya adalah hyang widhi, yaitu esensinya, eksistensinya, dan aktifitasnya. Dengan begitu, ilmu tentang hyang widhi dalam setiap hal dengan pengetahuan yang diperoleh dari ilmu objek-objek pengalaman inderawi. Pernyataan-pernyataan tentang hyang widhi tidak memberikan suatu pengetahuan yang memadai tentang dia, tetapi semata-mata hanya pengetahuan yang bersifat analogis.
Menurut pedikso (supryogo dan tobroni, 2001:58) bahwa teologi merupakan uapaya seluruh orang beriman tentang bagaimana bentuk dan atau nilai-nilai kualitas iman yang dimilikinya.
Apabila disepakati bahwa iman adalah inti dari kepercayaan orang beragama, maka teologi adalah rumusan-rumusan iman yang wajib dipahami oleh umat beragama sebagai landasan religiusitasnya. Oleh karena itu, untuk memahami ide-ide tentang ketuhanan hindu dapat ditelusuri dalam kumpulan teks upanisad, bahkan kitab ini dapat dijadikan sumber inspirasi dan rujukan utama. Akan tetapi, sangkaracharya menyatakan pentingnya dua teks lain, yaitu brahmasutra dan bhagawadgita sebagai rujukan otentik untuk memahami landasan filosofis weda. Dengan demikian, upanisad, brahmasutra dan bhagawadgita merupakan tiga teks utama yang wjaib dikaji untuk memahami konsep ketuhanan hindu . ketiga teks ini disebut prasthanatraya.
Patut disadari bahwa prasthanatraya mengalir dari weda. Kata ‘weda’ dalam sansekerta berasal dari urat kata ‘vid’ berarti ‘pengetahuan’ atau ‘mengetahui’. Weda bukan buatan manusia (apauruseya). Menurut keyakinan hindu bahwa isi kitab ini diwahyukan oleh hyang widhi melalui para rsi, para brahmana dan para guru. Weda adalah wahyu yang widhi. Wahyu yang didengar langsung maharsi sehingga disebut sruti. Semula wahyu itu diteruskan oleh penerimanya kepada generasi berikutnya secara lisan melalui garis perguruan (parampara). Kemudian, maharsi wyasa dan murid-muridnya mengkodifikasi ajaran weda dalam bentuk kemupulan mantra-mantra (samhita), yaitu catur weda samhita. Begitulah weda disampaikan secra lisan, diucapkan, dinyanyikan, dan kemudian ditulis secara sistematis. Jarak waktu antara pewahyuan yang pertama dan pembukuan yang terakhir berlangsung selama berabad-abad, kira-kira selama 1500 Tahun (2000 SM hingga 800 SM). Pembukuan itu terjadi secra bertahap, yakni pertama-tama yang terkumpul adalah bagian weda yang disebut brahmana, dan akhirnya, bagian weda disebut upanisad. Weda it kekal karena kata-kata yang menyusunnya bersifat kekal. Garis besranya, weda terdiri atas empat kelompok kitab (samhita) yaitu rg weda, sama weda, yajur weda, dan atharwa weda. Dari weda mengalir upaweda dan wedangga. Weda samhita disebut srutti sedangkan upaweda dan wedangga disebut smrti.
Kitab weda samhita terdiri atas rg weda, yayur weda, sama weda, dan atharwa weda merupakan kumpulan mentera yang berbentuk syair yang digunakan untuk melakukan pemujaan dan persembahan. Didalam nya juga berisi tenung, sihir dan segala yang berhubungan dengan magis, khusunya atharwa weda kitab brahmana bebentuk prosa berisi peraturan-peraturan da kewajiban-kewajiban keagamaan terutama keterangan tenntang kurban, yajna. Kitab upanisad berbentuk prosa berisi keterangan mendalam tentang aska mula alam semesta dan isinya terutama tentang manusia dan keslematannya. Inilah garis-garis besar kitab-kitab sumber utama dalam agama hindu, lebih luas lagi hinduisme.
Hinduisme menaungi berbagai agama dan sub-agama yang berbeda-beda . Di india ada beragam agama dan sub agama yang berkembang yang memiliki akar tradisi dan dasar religiusitas yang sama. Kebanyakan agama dan sub agama itu memiliki kepercayaan pada dewa-dewa yang jumlahnya sangat banyak, tetapi zaehner (1992) melihat bahwa panteon para dewa didalam weda secara kasar dapat dibagi dalam tiga kelas, yaitu kelompok dewa dari surga, dari angkasa, dan dari bumi hal ini sejalan dan disejajarkan dengan tiga kelas besar pembagian masyarakat india, yaitu brahmana (pemimpin upacara agama), ksatriya (tentara dan raja), waisya (petani dan pekerja). Ketiga kelompok kelas ini identik dengan dewa agni (api), dewa indra (dewa peranng), dan wiswa dewa (dewa semesta). Walaupun demikian, kesemua dewa itu hanya merupakan menifestasi dari satu dewa tertinggi, brahman ini membuktikan bahwa pada dasarnya hinduisme merupakan suatu kepercayaan monoteistik, percaya hanya pada satu tuhan. Hinduisme juga dikenal sebagai sanatana dharma, “kebajikan abadi”.
Weda menjadi landasan untuk mengerti rta dan memahami dharma, dua hukum kehidupan tertinggi. Rata mengajarkan prinsip-prinsip hukum alam (logika) dan dharma menganjurkan prinsip-prinsip hukum moral (etika). Kitab sruti menjadi sumber hukum tertinggi dan kemudian, dijabarkan dalam kitab-kitab smrti, sila, acara, dan atmanastuti. Hirarki hindu tentang hukum kehidupan ini.
Secara garis besar smrti dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu wedangga adan upaweda. Wedangga terdiri atas siksa (ilmu fonetik), wyakarana (ilmu tata bahasa), candha (lagu atau hymne), nirukta (ilmu tafsir otentik), jyotisa(ilmu perbintangan atau astronomi), dan kalpa (ilmu tentang persembahan) sementara itu, upaweda terdiri atas itihasa (mahabrata dan ramayana), purana (cerita-ceritaa kuno), arthasastra, ilmu politik dan kepemimpinan. Ayur weda, ilmu pengobatan, gandharwa weda, ilmu kesenian, kamasastra, ilmu tentang kama dan seksualitas, dan agama (kitab-kitab tantra). Meskipun tampaknya seks hindu berbeda-beda, tetapi kebenaran sruti dan smrti mutlak adanya.
Begitulah weda wahyu hyang widhi, kitab suci agama hindu menjadi pedoman dalam keberagaman umat hindu dan kehidupan sosial untuk mencapai kemuliaan bagi semua. Weda bersifat sanatana dharma, yaitu kebenaran yang kekal sekaligus abadi dalam kebudayaan sehingga bersifat nutana, selalu muda dan segar. Mengingat kebenaran yang kekal dan abadi itu diterapkan dalam kebudayaan sehingga senantiasa diapresiasi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zaman. Artinya weda mengajarkan hakikat hidup, tujuan hidup, dan cara-cara menjalankan kehidupan mulai dari pengertian mendalam tentang hyang widhi dalam manisfestasinya sebagai dewa-dewa, alam semesta dan hukum-hukumnya, serta pemahaman yang luas mengenai moralitas. Selanjutnya, weda diterapkan berdasarkan empat pertimbangan utama, yaitu iksha (wawasan), shakti (kemampuan), dan desa (norma) positif, kala (waktu).
Model penerapan weda seperti ini yang menjadikan weda bersifat nutana dalam arti bahwa hindu selalu tampil muda dan segar sesuai dengan kebudayaan suatu masyarakat. Malahan ajaran weda dapat dilaksanakan secara fleksibelsesuia kondisi masyarakat pada tempat (desa), waktu (kala, dan berdasarkan sastra agama (patra). Hal inilah yang menyebabkan agama hindu mampu beradaptasi secara dinamis dan dialektis dengan budaya-budaya lokal ditempatnya berkembang. Ibarat sapta sindhu (tujuh sunai suci) yang memberikan kesuburan bagi seluruh daerah yang dialirinya. Fleksibilitas inilah yang menyebabkan hindu tampil dalam bentuk budaya dan adat istiadat ditempat agama hindu dipraktikan. Berdasarkan model penerapan inilah melahirkan presumsi bahwa hindu adalah agama bumi atau agama kebudayaaan.
0 Response to "Hindu Bukan Agama Bumi"
Post a Comment