loading...

Makna Kwangen Dalam Persembahyangan Umat Hindu

Makna Kwangen Dalam Persembahyangan Umat Hindu







Makna Kwangen dalam Persembahyangan Umat Hindu. Agama Hindu merupakan agama yang ritualnya dihiasi dengan sarana atau upakara. Ini bukan berarti upakara itu dihadirkan semata-mata untuk menghias pelaksanaan ritual. Pelaksanaan ritual dengan jenis upakara tertentu memiliki makna dan tujuan tertentu sesuai dengan jenis yadnya yang dilaksanakan. Sengaja atau tidak, disadari atau tidak yang jelas kehadiran upakara dalam ritual Hindu di Bali tampak indah atau mengandung estetika. Upakara ritual agama Hindu di Bali kaya dengan jenis dan bentuk upakara. Baik dari bentuk yang paling kecil dan sederhana, sampai yang paling besar dan rumit. Sebagai contoh dalam pelakasanaan upacara keagamaan atau dalam persembahyangan diperlukan beberapa sarana, seperti penjor, gebogan, daksina, canang sari, dan sebagainya. Termasuk juga salah satunya berupa “kewangen”. Kalau dikaitkan dengan huruf suci, kwangen merupakan sejenis upakara
simbol “Omkāra” (ý) (Niken Tambang Raras, 2006: 2). “Om” (ý) adalah huruf suci,singkat dan mudah diingat. Demikian juga dalam bentuk upakaranya berupa“kewangen” memiliki bentuk kecil, mungil, praktis, dan indah serta berbau harum.Keharuman ”kewangen” ini adalah suatu tanda atau isyarat agar umat atau bhakta senantiasa mengingat, mengucapkan, dan mengharumkan nama suci Tuhan.Keberadaan “Kewangen” sangat penting dalam upacara persembahyangan karena memiliki makna simbolik yang dipuja yaitu Tuhan Yang Mahaesa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Sebagai simbolik Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), tentunya“kewangen” dibuat dengan bentuk yang indah dari bahan-bahan yang indah juga dan harum. Hal ini dapat dimaknai bahwa Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) adalah indah, harum, dan suci sehingga menarik untuk dipuja dan dimuliakan.

1. Bentuk Kewangen
Sebagai simbol “Omkara” dalam bentuk upakara, “kewangen” memiliki ukuran bentuk yang kecil, yaitu bagian bawah lancip dan bagian atas mekar seperti bunga sedang kembang. Kewangen biasanya terdiri dari: kojong dari daun pisang, pelawa, porosan silih asih, pis bolong, sampian kewangen dan bunga-bunga harum yang ditusuk dengan biting. Semua bahan tersebut dipadukan atau disatukan. Porosan sisih asih dan pelawa dimasukan ke dalam kojong. Selanjutnya sampian kewangen,bunga-bunga harum, dan terakhir adalah pis bolong yang lobangnya diisi lidi yang dilipat sehingga mudah ditancapkan.

2. Estetika Kewangen

Keindahan (estetika) hasil dari kreativitas manusia baik sengaja atau tidak, pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kepuasan bathin atau rohani bagi pembuat karya itu sendiri dan bagi masyarakat penikmat. Kehidupan manusia dalam kesehariannya selalu memerlukan keindahan untuk memenuhi kepuasan bathinnya, baik yang diperoleh dari keindahan alami maupun keindahan karya manusia. Manusia tidak dapat dipisahkan dengan keindahan (estetika), karena keindahan sebagai penyeimbang logika manusia. Keindahan dan seni sebagai penghalus hidup manusia. Tanpa keindahan (estetika), hidup manusia akan terasa kaku dan kehilangan nilai rasa. Oleh karena itu kahadiran karya estetika sangat dibutuhkan manusia sebagai penghalus rasa dalam kehidupannya. Demikian juga halnya dalam simbol upakara ” Omkāra” dalam bentuk ”Kewangen” yang merupakan hasil buatan manusia yang mengandung nilai estetika. ”Kewangen” memang bukan karya seni, karena tidak sengaja diciptakan untuk keperluan seni. Akan tetapi tanpa disadari ”kewangen” yang merupakan sarana dalam persembahyangan umat Hindu di Bali memiliki keindahan (estetika). ”Kewangen ” sebagai sarana dalam persembahyangan yang ditujukan kepada Tuhan, hendaknya membawa suasana bathin yang indah, senang, suci, kusuk dan nyaman sehingga memudahkan berkonsentrasi dalam memuja atau memulikan Tuhan. Karena itulah ”kewangen” dibuat dengan bentuk yang indah yang mampu menciptakan suasana senang, suci, kusuk dan nyaman dalam sembahyang.

3. Unsur-unsur keindahan Kewangen

Untuk mewujudkan estetika “kewangen” diperlukan beberapa unsur yang mengandung makna tersendiri dalam persembahyangan dan mendukung terciptanya keindahan (estetika) pada pada bentuk “kewangen”. Adapun unsur tersebut antara lain:
a.  Kojong kewangen
     Kojong kewangen dibuat dari daun pisang, bagian bawahnya dibentuk lancip, bagian atas
     lebih lebar, dan bagian depan atas terlihat ada lekukan atau cekungan Unsur ini dibentuk
     mengikuti kaidah-kaidah seni bentuk (seni rupa) sehingga bentuk yang ditampilkan indah
     untuk dilihat. Lekukan kojong kewangen melambangkan “Arda Candra” (‚), badang
     kojong melambangkan “Suku Tunggal” (3).
b.  Pelawa
     Pelawa adalah sejenis daun-daunan (cukup selembar), daun yang dimaksud bisa dari daun

     kemuning, daun pandan harum, daun kayu (puring) atau daun sejenisnya. Pelawa tersebut
     melambangkan ketengan dan kejernihan pikiran. Pelawa juga memiliki bentuk dan warna
     yang menarik sehingga dapat mendukung estetika “kewangen”.
c.  Porosan silih asih
     Porosan silih asih adalah dua lembar daun sirih yang digabung berhadap hadapan
     ditengahnya berisi kapur sirih dan buah pinang. Porosan silih asih simbol dari kedekatan
     umat dengan Dewa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Unsur ini juga melengkapi keindahan
     komposisi dari bentuk “kewangen”.
d.  Sampian kewangen
     Sampian kewangen berbentuk cili dari daun kelapa (busung) dan dihiasi dengan bunga-
     bunga yang harum. Sampian kewangen sebagai simbol “Nada” ( ). Unsur ini paling
     dominan terlihat dalam mendukung estetika kewangen. Sampian kewangen dari rangkaian
     tuesan daun kelapa dibuat mengikuti unsur-unsur keindahan bentuk dan dipadukan dengan
     bunga warna-warni serta harum serta penataan yang mengikuti komposisi seni bentu  (seni
     rupa) tentu akan menambah keindahan (estetika) sebuah “kewangen”.
e.  Pis bolong
     Pis Bolong atau uang kepeng adalah sejenis uang yang diperlukan dalam upacara
     keagamaan umat Hindu. Kalau kita perhatikan dengan seksama, uang kepeng juga
     memiliki keindahan tersendiri yang terdapat huruf mandarin dan sanskerta pada sisi uang
     tersebut. Keindahan uang kepeng ini tentu juga mendukung estetika dari “kewangen”.
     Uang kepeng simbol dari “Windu” (O), yaitu penyatuan Siwa Budha.

4. Komposisi keindahan Kewangen

Komposisi merupakan penataan unsur-unsur yang membentuk keindahan suatu karya. Komposisi keindahan “kewangen” adalah menata atau menyusun unsur unsur dari “kewangen” itu sendiri, seperti: menata atau menyusun kojong kewangen, pelawa, porosan silih asih, pis bolong, sampian kewangen dan bunga-bunga, sehingga menjadi bentuk yang indah dan menarik.

a.  Keseimbangan
Penataan unsur-unsur “kewangen” dengan memperhatikan keseimbangan antara bagian kiri dan kanan dengan menerapkan keseimbangan simetris, yaitu bagian kiri dan kanan diusahakan unsur-unsurnya memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang sama. Hal ini dilakukan agar “kewangen” tidak berkesan berat sebelah.

b.  Kesatuan
Penataan unsur-unsur “kewangen” agar berkesan suatu keutuhan bentuk. Unsur yang satu menukung unsur yang lainnya sehingga tidak ada kesan yang lepas atau terpisah antara bagian-bagian dari “kewangen” itu sendiri. Penataan ini perlu dilakukan agar pandangan orang terhadap “kewangen” terfokus pada keutuhan bentuk “kewangen”.

c.   Irama
Penataan unsur-unsur “kewangen” berdasarkan irama untuk menimbulkan keharmonisan bentuk “kewangen”. Penataan ini dapat dilakukan dengan mengatur gradasi bentuk, ukuran dan warna unsur, misalnya dari bentuk kecil ke bentuk yang lebih besar dan kembali ke bentuk yang kecil, atau dari warna yang terang ke warna yang lebih gelap dan kembali ke warna yang terang.

d.  Proporsi
Proporsi merupakan perbandingan dalam penataan unsur-unsur pembentuk “kewangen” termasuk ketepatan penempatan posisi dari masing-masing bagianbagian dari “kewangen”, seperti penempatan sampian kewangen pada bagian belakang, pis bolong pada bagian depan, dan sebaginya. Penempatan unsur-unsur kewangen yang tepat pada posisinya tentu akan mendukung keindahan bentuk “kewangen”.

e.   Hubungan bentuk, esteika dan fungsi
Bentuk “kewangen” yang kecil dan mungil serta seolah-olah berbentuk segitiga terbalik tentu telah memperhitungkan fungsi dari “kewangen” tersebut. Fungsi yang dimaksud adalah saat digunakan untuk sembahyang, yaitu “kewangen” dipegang (dijepit) pada cakupan kedua telapak tangan tepat sejajar dengan ubunubun. Artinya “kewangen” nyaman digunakan saat sembahyang, tidak susah dipegang, tidak mudah jatuh dan tidak mengganggu konsentrasi. Keserasian antara bentuk dan fungsi mutlak harus dikondisikan. Keindahan suatu bentuk jangan sampai mengganggu fungsi dan sebaliknya fungsi jangan sampai menganggu bentuk. Kalau diperhatikan, pada bagian badan “kewangen” yang merupakan kojong “kewangen” dibuat polos (sederhana) tanpa hiasan, hal ini untuk memudahkan dipegang (dijepit) pada cakupan kedua telapak tangan. Demikian juga, keindahan bentuk jangan sampai tergganggu akibat salah menggunakan atau memegang “kewangen”. Keserasian bentuk dan fungsi “kewangen” akan memberikan kepuasan bathin saat memandangi estetika “kewangen”, seperti dapat menimbulkan kesenangan, menyejukkan pikiran, dan kedamaian hati. Demikian juga saat digunakan untuk sembahyang dapat memberikan kekusukan dan kesucian bathin.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa estetika “kewangen” nampak pada bentuknya yang kecil dan mungil yang tersusun atas komposisi unsur-unsur yang indah dan bermakna simbolik serta dihiasi dengan bunga-bunga yang harum. Keindahan (estetika) kewangen memiliki keserasian bentuk dan fungsi sehingga nyaman digunakan pada saat sembahyang baik secara fisik maupun bathin.


Om Shanti, shanti, shanti om

0 Response to "Makna Kwangen Dalam Persembahyangan Umat Hindu"