loading...

Perlukah Sumpah Perkawinan diucapkan pada saat Upacara Perkawinan?

Perlukah Sumpah Perkawinan di Ucapkan
 pada saat Upacara Perkawinan?

PERLUKAH SUMPAH PERKAWINAN DIUCAPKAN PADA SAAT UPACARA PERKAWINAN, Pertanyaan ini timbul bukan hanya sekedar untuk ikut-ikutan atau meniru agama tetangga yang telah melaksanakannya, melainkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di masyarakat, mengingat semakin kritisnya generasi muda Hindu saat ini. Hal ini perlu menjadi pertimbangan mengingat saat ini pergaulan generasi muda sudah sangat luas, khususnya di kota-kota besar yang masyarakatnya sangat heterogen. Pergaulan atau interaksi tidak hanya terjadi antar umat Hindu saja, akan tetapi sudah terjadi antar umat beragama. Untuk menghindari kesalahpahaman tersebut sudah saatnyalah umat Hindu khsusunya generasi muda diberi penjelasan tentang makna perkawinan dalam ajaran Hindu yang mudah dimengerti dan sesuai dengan kondisi yang ada saat inii.

A.    MAKNA PERKAWINAN MENURUT KITAB SUCI
Pada dasarnya manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial, oleh karena itu mereka harus hidup bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tuhan telah menciptakan manusia dengan berlainan jenis kelamin yaitu pria dan wanita yang masing-masing telah menyadari perannya masing-masing. Telah menjadi kodratnya seorang pria dan wanita mempunyai naluri untuk saling mencintai dan saling membutuhkan dalam segala bidang. Sebagai tanda seseorang memasuki masa ini ditandai dengan proses perkawinan. Kitab suci Veda mengamanatkafn makna perkawinan sebagai penyatuan suami istri yang tidak dapat dipisahkan dan mampu melahirkan putra yang suputra yang dapat memberikan dan mewujudkan kebahagiaan lahir bathin. Sebuah perkawinan (wiwaha) dalam agama Hindu dilaksanakan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Hal ini dapat dijumpai dalam kitab Manawadharma Sastra IX. 101-102 berikut:
a)     Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati. Singkatnya, ini harus dianggap sebagai hukum yang tertinggi bagi suami dan istri.
b)     Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendak melanggar kesetiaan antara satu dengan yang lain.
Dari kedua sloka di atas dapat dikatakan bahwa agama Hindu tidak menginginkan adanya perceraian. bahkan menganjurkan agar perkawinan dijadikan sebagai tujuan yang tertinggi dan pasangan suami istri, karena dengan terciptanya keluarga yang bahagia maka akan tercapai pula kebahagiaan yang kekal abadi. Dalam agama Hindu Samskara atau Sakramen dianggap sebagal alat permulaan sahnya suatu perkawinan. Hal ini dilandasi oleh sloka yang terdapat dalam kitab Manava Dharmasastra 11.26 sebagal berikut: Hendaknya dilaksanakan upacara penyucian pada saat terjadi pembuahan dalam rahim ibu, serta upacara kemanusiaan yang dapat mensucikan raganya dalam kehidupan berikutnya.

A. SUMPAH PERICAWINAN DALAM UPACARA PERKAWINAN UMAT HINDU ETNIS BALI



Dalam setiap pelaksanaan upacara perkawinan  agama Hindu tidak mengabaikan adat yang telah terpadu dalam masyarakat, seperti:

(1) Mencari hari baik (Padewasan),
(2) Pangenten (Pemberitahuan).
(3) Mererasan (meminang/mamadik),
(4) Penjemputan Calon Pengantin Wanita,
(5) Upacara perkawinan (Wiwaha Samskara), dan
(6) Mejejauman.

Lalu kapan sumpah perkawinan dilaksanakan dan bagaimana isi sumpah perkawinan tersebut? Inti dari upacara perkawinan dalam prosesi perkawinan umat Hindu, adalah Wiwaha Samskara. Adapun urutan pelaksanaan Wiwaha Samskara yaitu: Sarira Samskara (Upacara makala-kalaan) yang bertujuan untuk penyucian diri, kemudian dilanjutkan dengan Upacara Widhi Wedana/Majaya-Jaya. Sebelum dilakukan upacara majaya-jaya inilah dapat dilakukan upacara Panigrahanika/ Pengesahan Perkawinan dengan mengucapkan sumpah perkawinan oleh kedua pengantin, yaitu Pengantin pria menatap pengantin wanita dan memegang kedua belah tangannya, kemudian mengucapkan:

“Om grmnami te sai bhagatvaya hstam maya patya jaradastir yathasah, bhago aryama savita purnamdhir mahyam tvadur garha patyaya devah”.
“Om smany jantu visve devah sam apo hrdayani nau, sam matarisva sam ghata samudesty dadhatu nau” 

dan artinya dapat diucapkan langsung oleh pengantin pria atau dibacakan oleh pembawa acara, sebagai berikut :
“Saya pegang tanganmu demi keberuntungan semoga kiranya engkau hidup lama bersama saya, suamiku. Dewa Bhaga. Aryama. Sawitar, Puramdhi, menganugrahkan engkau kepadaku sebagai pengatur rumah tanggaku”
“Semoga semua dewa dan Dewa Apah rnempersatukan hati kami, semoga Dewa Matariswa, Dhata, Dhestri, sernuanya memadukan hati kami”, karena dalam agama Hindu selain berpedoman pada Kitab Sruti, umat Hindu juga dapat berpedoman pada Smerti, dan hukum Hindu yang berdasarkan kebiasaan yang telah dilakukan secara turun temurun disuatu tempat yang biasa disebut Acara. Dalarn upacara perkawinan yang dilaksanakan oleh umat Hindu umurmnya sumpah perkawinan yang diucapkan secara langsung oleh kedua mempelai tidak dilakukan. Menurut informasi yang penulis peroleh dan beberapa nara sumber menyebutkan bahwa dalam upacara perkawinan itu, telah terkandung rnakna tentang sumpah /janji perkawinan yang diwujudkan dalam simbol-simbol yang dilaksanakan pada saat proses perkawinan berlangsung Berbeda dengan pernyataan diatas, narasumber yang lain menyatakan bahwa pengucapan sumpah perkawinan sudah saatnya dilaksanakan dalam setiap upacara perkawinan. Hal ini dimaksudkan untuk mengembalikan ajaran-ajaran agama yang terdapat di dalam kitab-kitab suci, salah satunya adalah tentang sumpah perkawinan. Sahnya suatu perkawinan menurut Hindu, harus dilakukan menurut Hukum Hindu yang bersumber pada kitab suci Veda, karena sesuai dengan kronologi tingkatan-tingkatan pengamalan hukum Hindu, pengesahan perkawinan dewasa ini yang menurut hukum adat adalah berdasarkan pada aturan hukum tingkat ketiga yaitu sadacara.Padahal pada tingkat hukum yang pertama yaitu Sruti, tatacara perkawinan Hindu sudah diatur yakni dalam Regveda dan Atharvaveda. Walaupun sumpah perkawinan ini belum umum diucapkan dalam upacara perkawinan umat Hindu, narnun sudah pernah dilaksanakan dalam upacara perkawinan yang dilaksanakan di Jakarta. Pada dasarnya tatacara pelaksanaan upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Jakarta sama dengan perkawinan yang dilaksanakan oleh umat Hindu, seperti :
Kemudian Pengantin wanita menjawab:
 “Om dirghayur astu mepatir jivati saradah Sadam” dan artinya juga dapat diucapkan langsung oleh pengantin wanita atau dibacakan oleh pembawa acara, sebagai berikut: “Semoga suamIku dikaruniai umur panjang, semoga ia hidup ratusan tahun“.
Setelah pengucapan sumpah perkawinan maka dilanjutkan dengan upacara majaya-jaya, sebagai peresmian atau pengukuhan pernikahan telah sah menurut Hindu. Setelah upacara mejaya-jaya selesai, semua hadirin akan mengucapkan doa sebagai berikut: “Om ihena Vindra Sam Nuda Vakavakeva Dampati
Om….. sang Hyang Indra, persatukanlah kedua pen gantin ini laksana Burung Chakrawaka tidak pernah berpisah denga pasangannya “. Selesai kedua pengantin mengucapkan sumpah dilanjutkan dengan suap-suapan. Dengan demikian selesailah rangkaian upacara perkawinan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan menanda tangani surat-surat yang menjadi syarat administrasi untuk keperluan mencari akta perkawinan.

SIMPULAN
Dan uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa sumpah perkawinan dalam upacara perkawinan umat Hindu telah dijabarkan dengan jelas dalam kitab-kitab suci dan telah dilaksanakan oleh umat Hindu khsususnya di India sejak ribuan tahun yang lalu. Oleh karena itu walaupun perkawinan yang dilaksanakan rnenurut adat istiadat sah secara hukum dan agama, narnun sudah saatnya pengucapan sumpah perkawinan secara langsung oleh kedua mempelai pada saat dilaksanakannya upacara perkawinan, selain untuk mengembalikan ajaran-ajaran agama yang terdapat di dalam kitab-kitab suci, juga untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis serta keraguan dari sebagian umat tentang sahnya sebuah perkawinan menurut Hindu.


0 Response to "Perlukah Sumpah Perkawinan diucapkan pada saat Upacara Perkawinan?"