Sejarah Perkembangan Agama Hindu, Dalam
upaya memantapkan pandangan kita terhadap ajaran Hindu Dharma terlebih
dahulu kami ingin menekankan kembali nama dan sumber ajaran Hindu atau
Hindu Dharma yang kita kenal sebagai satu agama tertua yang masih dianut
oleh umat manusia. Hal ini kami pandang sangat perlu mengingat sampai
sekarang masih ada pandangan dan buku-buku yang mendiskreditkan agama
Hindu dan menganggap agama Hindu sebagai agama yang tidak bersumber pada
wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan Prof. Dr. Mukti Ali, sebagai tokoh
ahli perbandingan agama di Indonesia pada Kongres Agama-Agama di
Indonesia, tanggal 11 Oktober 1993 di Yogyakarta menyatakan bahwa agama
Hindu tidak mengenal missi karena dibatasi oleh sistem kasta. Bilama
Hindu tidak mengenal missi, bagaimana orang Indonesia di masa yang lalu
memeluk agama Hindu?
Siapakah yang menyebarkan agama Hindu ke
Indonesia? Selanjutnya tentang kasta adalah bentuk penyimpanan dan
interpretasi yang keliru dari pengertian Varna sebagai tersebut dalam
kitab suci Veda. Yang dimaksud dengan Varna adalah pilihan profesi
sesuai dengan Guóa (bakat pembawaan orang) dan Karma (kerja yang dia
lakoni) oleh setiap orang.
Dipakai nama Hindu Dharma sebagai
nama agama Hindu menunjukkan bahwa kata Dharma mempunyai pengertian yang
jauh lebih luas dibandingkan dengan pengertian kata agama dalam bahasa
Indonesia. Dalam kontek pembicaraan kita saat ini pengertian Dharma
disamakan dengan agama. Jadi agama Hindu sama dengan Hindu Dharma. Kata
Hindu sebenarnya adalah nama yang diberikan oleh orang-orang Persia yang
mengadakan komunikasi dengan penduduk di lembah sungai Sindhu dan
ketika orang-orang Yunani mengadakan kontak dengan masyarakat di lembah
sungai Sindhu mengucapkan Hindu dengan Indoi dan kemudian orang-orang
Barat yang datang kemudian menyebutnya dengan India. Pada mulanya
wilayah yang membentang dari lembah sungai Shindu sampai yang kini
bernama Srilanka, Pakistan, Bangladesh disebut dengan nama Bhàratavarsa
yang disebut juga Jambhudvìpa.
Kata Sanàtana Dharma
berarti agama yang bersifat abadi dan akan selalu dipedomani oleh
umat manusia sepanjang Nama asli dari agama ini masa, karena ajaran
yang disampaikan adalah kebenaran yang bersifat universal, merupakan
santapan rohani dan pedoman hidup umat manusia yang tentunya tidak
terikat oleh kurun waktu tertentu. Kata Vaidika Dharma berarti ajaran
agama yang bersumber pada kitab suci Veda, yakni wahyu Tuhan Yang Maha
Esa (Mahadevan, 1984: 13).
Kitab suci Veda merupakan dasar
atau sumber mengalirnya ajaran agama Hindu. Para åûi atau mahàrûi yakni
orang-orang suci dan bijaksana di India jaman dahulu telah menyatakan
pengalaman-pengalaman spiritual-intuisi mereka (Aparokûa-Anubhuti) di
dalam kitab-kitab Upaniûad, pengalaman-pengalaman ini sifatnya langsung
dan sempurna. Hindu Dharma memandang pengalaman-pengalaman para mahàrûi
di jaman dahulu itu sebagai autoritasnya (sebagai wahyu-Nya). Kebenaran
yang tidak ternilai yang telah ditemukan oleh para mahàrûi dan
orang-orang bijak sejak ribuan tahun yang lalu, membentuk kemuliaan
Hinduisme, oleh karena itu Hindu Dharma merupakan wahyu Tuhan Yang Maha
Esa (Sivananda, 1988: 4)
Kebenaran tentang Veda sebagai wahyu
Tuhan Yang Maha Esa ditegaskan oleh pernyataan yang terdapat dalam kitab
Taittiriya Aranyaka 1.9.1 (Dayananda, 1974:LI) maupun maharsi Aupamanyu
sebagai yang dikutip oleh mahàrûi Yàûka (Yàskàcarya) di dalam kitab
Nirukta II.11 (Loc.Cit). Bagi umat Hindu kebenaran Veda adalah mutlak,
karena merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya Úrì
Chandrasekarendra Sarasvati, pimpinan tertinggi Úaýkara-math yakni
perguruan dari garis lurus Úrì Úaýkaràcarya menegaskan : Dengan
pengertian bahwa Veda merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa (Apauruûeyam
atau non human being) maka para maharsi penerima wahyu disebut
Mantradraûþaá (mantra draûþaá iti åûiá). Puruûeyaý artinya dari manusia.
Bila Veda merupakan karangan manusia maka para maharsi disebut
Mantrakarta (karangan/buatan manusia) dan hal ini tidaklah benar. Para
maharsi menerima wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa (Apauruûeyam) melalui
kemekaran intuisi (kedalaman dan pengalaman rohani)nya, merealisasikan
kebenaran Veda, bukan dalam pengertian atau mengarang Veda. Apakah
artinya ketika seorang mengatakan bahwa Columbus menemukan Amerika ?
Bukankah Amerika telah ada ribuan tahun sebelum Columbus lahir?
Einstein, Newton atau Thomas Edison dan para penemu lainnya menemukan
hukum-hukum alam yang memang telah ada ketika alam semesta diciptakan.
Demikian pula para maharsi diakui sebagai penemu atau penerima wahyu
tuhan Yang Maha Esa yang memang telah ada sebelumnya dan karena
penemuannya itu mereka dikenal sebagai para maharsi agung. Mantra-mantra
Veda telah ada dan senantiasa ada, karena bersifat Anadi-Ananta yakni
kekal abadi mengatasi berbagai kurun waktu. Oleh karena kemekaran
intuisi yang dilandasi kesucian pribadi mereka, para maharsi mampu
menerima mantra Veda. Para mahàrûi penerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa
dihubungkan dengan Sùkta (himpunan mantra), Devatà (Manifestasi Tuhan
Yang Maha Esa yang menurunkan wahyu) dan Chanda (irama/syair dari mantra
Veda). Untuk itu umat Hindu senantiasa memanjatkan doa pemujaan dan
penghormatan kepada para Devatà dan maharsi yang menerima wahyu Veda
ketika mulai membaca atau merapalkan mantra-mantra Veda
(Chandrasekharendra, 1988: 5).
Kitab suci Veda bukanlah sebuah
buku sebagai halnya kitab suci dari agama-agama yang lain, melainkan
terdiri dari beberapa kitab yang terdiri dari 4 kelompok yaitu
kitab-kitab Mantra (Saýhità) yang dikenal dengan Catur Veda (Ågveda,
Yajurveda, Sàmaveda atau Atharvaveda). Masing-masing kitab mantra ini
memiliki kitab-kitab Bràhmaóa, Àraóyaka dan Upaniûad) yang seluruhnya
itu diyakini sebagai wahyu wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang didalam bahasa
Sanskerta disebut Úruti. Kata Úruti berarti sabda tuhan Yang Maha Esa
yang didengar oleh para maharsi. Pada mulanya wahyu itu direkam melalui
kemampuan mengingat dari para maharsi dan selalu disampaikan secara
lisan kepada para murid dan pengikutnya, lama kemudian setelah tulisan
(huruf) dikenal selanjutnya mantra-mantra Veda itu dituliskan kembali.
Seorang maharsi Agung, yakni Vyàsa yang disebut Kåûóadvaipàyaóa dibantu
oleh para muridnya menghimpun dan mengkompilasikan mantra-mantra Veda
yang terpencar pada berbagai Úàkha, Aúsrama, Gurukula atau Saýpradaya.
Didalam
memahami ajaran agama Hindu, disamping kitab suci Veda (Úruti) yakni
wahyu Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber tertinggi, dikenal pula hiarki
sumber ajaran agama Hindu yang lain yang merupakan sumber hukum Hindu
adalah Småti (kitab-kitab Dharmaúàstra atau kitab-kitab hukum Hindu),
Úìla (yakni tauladan pada mahàrûi yang termuat dalam berbagai kitab
Itihàsa (sejarah) dan Puràóa (sejarah kuno), Àcàra (tradisi yang hidup
pada masa yang lalu yang juga dimuat dalam berbagai kitab Itihasa
(sejarah) dan Àtmanastuûþi, yakni kesepakatan bersama berdasarkan
pertimbangan yang matang dari para maharsi dan orang-orang bijak yang
dewasa ini diwakili oleh majelis tertinggi umat Hindu dan di Indonesia
disebut Parisada Hindu Dharma Indonesia. Majelis inilah yang berhak
mengeluarkan Bhisama (semacam fatwa) bilamana tidak ditemukan sumber
atau penjelasannya di dalam sumber-sumber ajaran Hindu yang
kedudukannya lebih tinggi.
Karakteristik Hindu Dharma
Hindu
Dharma memperkenalkan kemerdekaan mutlak terhadap pikiran rasional
manusia. Hindu Dharma tidak pernah menuntut sesuatu pengekangan yang
tidak semestinya terhadap kemerdekaan dari kemampuan berpikir,
kemerdekaan dari pemikiran, perasaan dan pemikiran manusia. Ia
memperkenalkan kebebasan yang paling luas dalam masalah keyakinan dan
pemujaan. Hindu Dharma adalah suatu agama pembebasan. Ia memperkenalkan
kebebasan mutlak terhadap kemampuan berpikir dan perasaan manusia dengan
memandang pertanyaan-pertanyaan yang mendalam terhadap hakekat Tuhan
Yang Maha Esa, jiwa, penciptaan, bentuk pemujaan dan tujuan kehidupan
ini. Hindu Dharma tidak bersandar pada satu doktrin tertentu ataupun
ketaatan akan beberapa macam ritual tertentu maupun dogma-dogma atau
bentuk-bentuk pemujaan tertentu. Ia memperkenalkan kepada setiap orang
untuk merenungkan, menyelidiki, mencari dan memikirkannya, oleh karena
itu, segala macam keyakinan/Úraddhà, bermacam-macam bentuk pemujaan atau
sadhana, bermacam-macam ritual serta adat-istiadat yang berbeda,
memperoleh tempat yang terhormat secara berdampingan dalam Hindu Dharma
dan dibudayakan serta dikembangkan dalam hubungan yang selaras antara
yang satu dengan yang lainnya.
Tentang kemerdekaan
memberikan tafsiran terhadap Hindu Dharma di dalam Mahabharata dapat
dijumpai sebuah pernyataan : "Bukanlah seorang maharsi (muni) bila tidak
memberikan pendapat terhadap apa yang dipahami" (Radhakrishnan, I,
1989: 27). Inilah salah satu ciri atau karakteristik dari Hindu Dharma.
Karakteristik atau ciri khas lainnya yang merupakan barikade untuk
mencegah berbagai pandangan yang memungkinkan tidak menimbulkan
pertentangan di dalam Hindu Dharma adalah Àdikara dan Iûþa atau
Iûþadevatà (Morgan, 1987: 5). Àdikara berarti kebebasaan untuk memilih
disiplin atau cara tertentu yang sesuai dengan kemampuan dan
kesenangannya, sedangkan Iûþa atau Iûþadevatà adalah kebebasan untuk
memilih bentuk Tuhan Yang Maha Esa yang dijelaskan daalam kitab suci dan
susatra Hindu, yang ingin dipuja sesuai dengan kemantapan hati.
Svami
Sivananda, seorang dokter bedah yang pernah praktek di Malaya (kini
Malaysia) kemudian meninggalkan profesinya itu menjadi seorang Yogi
besar dan rohaniawan agung pendiri Divine Life Society menyatakan :
Hindu Dharma sangatlah universal, bebas, toleran dan luwes. Inilah
gaambaran indah tentang Hindu Dharma. Seorang asing merasa terpesona
keheranan apabila mendengar tentang sekta-sekta dan keyakinan yang
berbeda-beda dalam Hindu Dharma; tetapi perbedaan-perbedaan itu
sesungguhnya merupakan berbagai tipe pemahaman dan tempramen, sehingga
menjadi keyakinan yang bermacam-macam pula. Hal ini adalah wajar. Hal
ini merupakan ajaran yang utama dari Hindu Dharma; karena dalam Hindu
dharma tersedia tempat bagi semua tipe pemikiran dari yang tertinggi
sampai yang terendah, demi untuk pertumbuhan dan evolusi mereka (1984:
34).
Sejalan dengan pernyataan ini Max Muller mengatakan
bahwa Hindu Dharma mempunyai banyak kamar untuk setiap keyakinan dan
Hindu Dharma merangkum semua keyakinan tersebut dengan toleransi yang
sangat luas dan Dr.K.M. Sen mengatakan bahwa dengan definisi Hinduisme
menimbulkan kesulitan lain. Agama Hindu menyerupai sebatang pohon yang
tuumbuh perlahan dibandingkan sebuah bangunan yang dibangun oleh arsitek
besar padaa saat tertentu (Natih: 1994: 116).
0 Response to "sejarah perkembangan agama hindu"
Post a Comment